Tuesday, 21 June 2016
China Lecehkan Kedaulatan Indonesia di Natuna
Pemerintah berkali-kali menegaskan tak terlibat sengketa wilayah di Laut China Selatan. Namun imbas dari agresifnya kebijakan laut Tiongkok tetap terasa bagi kedaulatan nasional, terutama di Kepulauan Natuna.
Untuk kali kedua tahun ini, terjadi insiden melibatkan kapal sipil Tiongkok dengan kapal militer Indonesia. Pada Jumat (17/6) lalu, pukul 04.25 WIB, patroli TNI Angkatan Laut memergoki 12 kapal ikan asing di kawasan Zona Ekonomi Eksklusif (ZEE) Natuna.
Menteri Luar Negeri Retno L.P Marsudi menyatakan belasan kapal ikan asing tersebut diyakini TNI sedang melempar jaring untuk melakukan pencurian ikan. Kapal KRI Imam Bonjol akhirnya dikerahkan untuk menangkap mereka.
“Kapal TNI meminta agar kapal tersebut mematikan mesin. Baik melalui radio komunikasi maupun pengeras suara. Permintaan tersebut diabaikan dan kapal ikan asing menambah kecepatannya,” ungkap Retno saat menceritakan kronologi kejadian di hadapan Komisi I DPR RI.
Karena berusaha kabur, kapal TNI AL akhirnya memberikan tembakan peringatan, baik ke udara maupun ke perairan. Dari belasan target operasi, hanya satu kapal asing yang berhasil diberhentikan. Saat diamankan, di kapal tersebut terdapat 7 ABK, terdiri dari 6 laki-laki dan 1 perempuan.
“Semuanya dilakukan sesuai sesuai prosedur, sebagai langkah penegakan hukum di wilayah ZEE Indonesia,” kata Retno.
Presiden Joko Widodo mengapresiasi kesigapan TNI AL mengamankan wilayah perairan Natuna dari pencuri ikan. Aparat diminta tidak segan-segan menindak setiap kapal yang melanggar wilayah sah Indonesia.
“Kedaulatan itu nomor satu, harga mati, dan harus dipertahankan,” kata Juru Bicara Presiden Johan Budi S.P menirukan ucapan Jokowi di Kompleks Istana Kepresidenan, Senin (20/6).
Masalah belum selesai sampai di sana. Pemerintah China mengirim nota protes karena nelayan sipil mereka ditembak oleh TNI AL.
Hua Chunying, Juru Bicara Kementerian Luar Negeri China, membantah belasan kapal itu tidak melanggar ZEE Natuna. Mereka mengklaim berada di wilayah perairan tradisional selama ini. Para nelayan yang terluka akibat tembakan TNI AL sekarang dirawat di Pulau Hainan.
“Insiden itu terjadi di wilayah yang klaimnya tumpang tindih,” kata Chunying seperti dikutip Kantor Berita Reuters. datang ke Jakarta untuk menyelesaikan persoalan di Natuna.
Pemicunya adalah insiden Maret lalu, ketika Kapal KM Kway Fey 10078 berbendera China mencuri ikan di Natuna. Kapal itu diusir oleh Patroli TNI AL. Saat hendak ditangkap, ternyata kapal penjaga perbatasan China menabrak kapal TNI. Alhasil, Kway Fey bisa lolos kembali ke wilayah perairan Tiongkok.
Kedua negara saat itu bersepakat menurunkan tensi. Ketika sekarang nelayan China kembali berulah, dan lagi-lagi dilindungi oleh Beijing, Luhut mengaku jajarannya sedang menyiapkan solusi.
Jenderal purnawirawan itu menilai pendekatan agresif merespon China di Natuna bukan pilihan bijak. “Kami enggak mau ada ribut dengan China,” kata Luhut.
Karena pelanggaran wilayah oleh kapal asal China kerap terjadi, anggota Komisi I DPR Zainudin Amali menilai pemerintah harus lebih tegas pada China. Pernyataan Beijing bahwa mereka menghormati kedaulatan Indonesia dianggap anggota DPR sebagai isapan jempol.
Buktinya adalah penambahan garis titik-titik ke peta terbaru China, yang memasukkan Natuna sebagai wilayah laut Tiongkok. Di samping itu, aparat laut China terkesan membiarkan kapal nelayan mereka masuk wilayah Natuna.
“Kalau kita memberi hati pada (China) itu menunjukkan kelemahan kita,” ujar Amali.
Anggota Komisi I DPR Dave Laksono mendesak Kemenlu RI berperan lebih aktif di ASEAN meredam agresivitas China. Walau tak berkepentingan dengan isu Laut China Selatan, namun ASEAN selama ini terbukti mengalami perbedaan sikap merespon manuver kapal dan militer Tiongkok di perairan sengketa.
“Seyogyanya (Kemlu) membuat desk khusus untuk concern di persoalan laut Cina selatan,” kata Dave.(Merdeka.com)
(ADW/NDI)
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
0 comments:
Post a Comment