Sunday, 15 June 2014
Luhut Pandjaitan, Intel Partikelir Kreator Jokowi
Oleh : Berric Dondarion
Menurut Profesor Salim Said, ahli militer terkemuka dalam buku otobiografinya berjudul Dari Gestapu Ke Reformasi, Serangkaian Kesaksian, Leonardus Benny Moerdani (LB Moerdani) yang dianggap sebagai Raja Intelijen Indonesia mempunyai seorang anak kesayangan atau anak emas yaitu Luhut Binsar Pandjaitan (LB Panjaitan). Pernyataan Salim Said yang juga mengutip Adam Schwarz adalah sebagai berikut:
“Berbeda dengan panglima-panglima sebelum dan sesudahnya, Benny [Moerdani] memang memelihara sejumlah orang yang disenanginya. “Mereka itu semacam golden boys Benny Moerdani,” kata Schwarz. Salah satu yang dikenal sebagai “anak emas” itu adalah Luhut Binsar Pandjaitan.”
(Salim Said, hal. 343)
Pendapat yang sama juga dinyatakan oleh Sintong Pandjaitan bahwa ketika terjadi Debennysasi atau menyingkirkan orang-orang yang dekat dengan LB Moerdani, maka posisi LB Pandjaitan yang digolongkan sebagai anak emas LB Moerdani turut terkena imbasnya (Hendro Subroto, Perjalanan Seorang Prajurit Para Komando, halaman 463).
Bila LB Pandjaitan alias Luhut Binsar Pandjaitan bisa menjadi anak emas seorang legenda seperti LB Moerdani tentu peraih Adhi Makayasa berkat menjadi lulusan terbaik dari Akademi Militer Nasional angkatan tahun 1970 tersebut mempunyai kelebihan yang tidak dimiliki rekan sejawat lain. Apakah kelebihan LB Panjaitan itu?
LB Moerdani adalah pahlawan palangan Irian Barat, jadi apakah LB Pandjaitan juga seorang pemberani ketika bertempur? Kelihatannya tidak, karena Hendro Subroto, wartawan perang legendaris mencatat bahwa LB Pandjaitan pernah menerima hukuman saat memimpin Tim C Group 1 Para Komando Satuan Lintas Udara, Kopassus dalam Operasi Seroja dan diterjunkan untuk merebut pangkalan udara yang berlokasi di Dili, Luhut Binsar Pandjaitan gemetar ketakutan sampai hampir ngompol karena tidak berani terjun dan hal ini menyebabkan timnya batal diterjunkan (selengkapnya lihat buku Operasi Udara di Timor Timur karangan Hendro Subroto).
Luhut Binsar Pandjaitan juga kurang dari segi kemampuan militer terbukti walaupun sama-sama pernah berlatih dengan Prabowo Subianto di US Army’s Special Forces, Fort Bragg, Amerika Serikat tapi pelatih mereka, Jenderal Wayne Downing justru menyebut nama Prabowo Subianto sebagai murid terbaik di antara sekian banyak prajurit asing yang pernah dia latih, padahal LB Pandjaitan lulus empat tahun lebih dulu daripada Prabowo Subianto. Berikut ini pernyataan Jenderal Wayne Downing:
“Of all the foreign soldiers I ever trained, two stood out. One was Abdullah II bin Al-Hussein, the reigning King of Jordan. The other was Prabowo Subianto.”
Fakta bahwa kemampuan tempur seorang LB Pandjaitan sangat rendah adalah dia selalu disekolahkan sepanjang karirnya dan dilewatkan setiap ada kebutuhan untuk melaksanakan operasi dengan kesulitan tinggi, pembebasan sandera di pesawat Garuda dalam Operasi Wolya misalnya, Panglima ABRI Jenderal M. Jusuf LB lebih memilih Sintong Pandjaitan dan Soebagyo HS sebagai pelaksana operasi. Demikian pula bila melihat karirnya selama dinas, Luhut Binsar Pandjaitan tidak pernah diangkat sebagai panglima kodam atau bahkan kasdam manapun, pengalaman teritorialnya hanya sebatas sebagai Komandan Korem 081/Dhirotsaha Jaya, Madiun Jawa Timur tahun 1995 sebab hanya perwira terbaik yang akan menjadi pangdam sebagai bekal bila diangkat menjadi Panglima ABRI atau KSAD. Selain itu, selama karirnya, LB Pandjaitan yang besar di Kopassus juga tidak pernah menjadi Komandan Jenderal Kopassus.
Tampaknya kelebihan LB Pandjaitan yang dilihat oleh LB Moerdani bukan pada keberanian atau kemampuan militernya, tetapi lebih kepada seberapa jauh LB Pandjaitan bisa bertindak kejam bila keadaan membutuhkan kekejaman, terbukti Luhut Binsar Pandjaitan pernah memberi perintah menembaki sipil tidak bersenjata dengan peluru tajam. Kejadian ini diceritakan sendiri oleh LB Pandjaitan kepada tim dari Tempo sebagai berikut:
“Letusan peluru itu tidak digubris para pendemo. Mereka terus melempari tentara dengan batu. Merasa terdesak Luhut [Pandjaitan] memerintahkan anak buahnya menembak kaki para pendemo. Situasi makin kacau karena mereka kocar-kacir. Tentara yang mengejar tidak lagi mengarahkan moncong ke aspal, tapi sudah mengincar sasaran. Luhut menduga banyak yang tewas saat kejar-kejaran itu.”
(Massa Misterius Malari, Tempo, hal. 71)
Tentu saja selain kehebatannya sebagai seorang raja intelijen, LB Moerdani juga terkenal dengan kemampuannya untuk berbuat kejam dengan tingkat jauh melebihi Ali Moertopo dan Zulfikli Lubis sekalipun karena 90% kekerasan pada era Orde Baru mulai dari Operasi Komodo-Petrus-Tanjung Priuk-Kudatuli-Kerusuhan Mei 1998, adalah buah karya Leonardus Benny Moerdani. Sisa 10%nya adalah pekerjaan Ali Moertopo, guru LB Moerdani.
David Jenkins, wartawan senior Australia dalam orbituari kepada Benny Moerdani, “Charismatic, Sinister Soeharto Man” menulis sebagai berikut:
“Hardened in battle and no stranger to violence, Moerdani believed that the ends justify the means…He once shocked members of an Indonesian parliamentary committee by saying, in effect, that if he had to sacrifice the lives of 2 million Indonesians to save the lives of 200 million Indonesians he would do so.”
http://www.smh.com.au/articles/2004/09/09/1094530768057.html
Status anak emas ditambah tidak kompeten bila ada di garis depan membuat LB Moerdani bermaksud mewariskan ilmu intelijennya kepada Luhut Binsar Pandjaitan, hal ini terbukti selepas membuat aib selama Operasi Seroja, pekerjaan LB Pandjaitan lebih banyak berkutat di dunia intelijen, dan dimulai dengan dia ditarik ke Pusat Intelijen Strategis (Pusintelstrat) menjadi perwira operasi, selanjutnya kembali menjadi perwira operasi pada Satuan Tugas Intel Badan Intelijen Strategis (BAIS) ABRI dan kemudian atas izin LB Moerdani dan muridnya Try Soetrisno, mendirikan Proyek Intelijen Teknik pada Den 81/Anti Teror Kopassus atau proyek Charlie (1985).
Sayangnya sebagaimana dicatat oleh Sintong Pandjaitan dalam bukunya Perjalanan Seorang Prajurit Para Komando dan ditulis oleh Hendro Subroto, Proyek Charlie malah digunakan LB Pandjaitan untuk melakukan kudeta kepada Presiden Soeharto, tapi berhasil dicegah sebelum terlaksana. Komentar LB Pandjaitan saat itu: “Matilah aku…Waduh,…! Jadi rempeyek lah aku,” (halaman 461). Tentu LB Pandjaitan dan temannya sesama klik LB Moerdani yaitu Sintong Pandjaitan berdalih bahwa tuduhan usaha kudeta di balik Proyek Charlie adalah fitnah, namun demikian mengingat proyek ini sudah disetujui oleh Panglima ABRI Jenderal Try Soetrisno maka bila memang berdasarkan laporan tidak benar, tentu tidak akan merusak karir LB Pandjaitan.
Karir militer LB Pandjaitan setelah percobaan kudeta yang gagal tersebut lebih banyak dihabiskan sebagai staf operasi atau memimpin sekolah militer, seperti menjadi Komandan Sekolah Pusdik Para Lintas Udara (1987); Komandan Pusat Pendidikan Pasukan Khusus (Pusdikpassus) (1993) sampai terakhir Komandan Pendidikan dan Latihan TNI Angkatan Darat (Kodiklat TNI AD) (1997-1999). Setelah itu pada masa pemerintahan Presiden Gus Dur dia sempat menjabat sebagai Dubes RI untuk Singapura dan Menperindag, masing-masing selama satu tahun. Setelah pensiun LB Pandjaitan menjadi pengusaha dan kelihatannya menyalahkan Prabowo Subianto atas nasib gurunya, LB Moerdani dan nasib karir militernya yang mentok.
Posisi sebagai pengusaha tampaknya hanya sekedar kedok bagi LB Pandjaitan, karena setelah pensiun dia lebih memilih mempraktekan ilmu intelijen yang pernah diperolehnya dari bekerja di BAIS dan ajaran LB Moerdani dengan menjadi intelijen partikelir. Setinggi apa ilmu intelijen LB Pandjaitan sulit diukur tapi perkiraan saya jauh di bawah AM Hendropriyono, mantan Kepala BIN kesayangan Megawati itu; sedangkan AM Hendripriyono tidak ada apa-apanya bila dibandingkan dengan mantan Kepala Bakin Yoga Soegama. Kendati demikian di era damai dan defisit intelijen hebat seperti sekarang maka kemampuan intelijen dari LB Pandjaitan maupun AM Hendropriyono terlihat menonjol.
Untuk memahami ilmu intelijen yang dimiliki LB Pandjaitan kita harus tahu bahwa secara umum ilmu intelijen terbagi tiga yaitu penyelidikan (pengumpulan informasi); pengamanan; penggalangan (gerakan-gerakan rahasia seperti penggalangan massa, propaganda, anti-teror, spionase dan disinformasi) sampai tingkat tertinggi yaitu analis dan biasanya pendidikan analisis hanya untuk para pemimpin, karena sudah diajarkan membuat produk intelijen untuk beragam kegiatan dan tujuan.
Nah, dilihat dari latar belakangnya, posisi terakhir LB Panjaitan di bidang intelijen hanya menjadi perwira operasi pada Satuan Tugas Intel BAIS ABRI maka saya perkirakan ilmu intelijen yang diajarkan LB Moerdani paling tinggi hanya sampai tingkat penggalangan dan kebetulan keahlian LB Moerdani dan gurunya, Ali Moertopo adalah penggalangan. Masalahnya bila LB Moerdani sangat kuat dalam selidik, pengamanan dan manajemen intelijen, namun LB Pandjaitan sangat kurang dalam ketiga kemampuan tersebut karena latihan dan bakat yang kurang, makanya sekarang strateginya menciptakan capres boneka bernama Joko Widodo jebol, ketahuan kedok dan permainannya. Itu lantaran fokus LB Pandjaitan hanya tertuju pada penggalangan untuk menciptakan capres boneka untuk menandingi orang yang dianggap mengalahkan gurunya, LB Moerdani dan menyebabkan karir militernya mentok sehingga melupakan pengamanan dan manajemen intelijennya sendiri.
Berkat ketidakjelian Luhut Binsar Pandjaitan, sekarang kita mengetahui langkah demi langkah dari perkenalannya dengan Walikota Solo Joko Widodo/Jokowi atas perintah Dubes Amerika Serikat sampai membina Jokowi hingga siap menjadi capres pesaing Prabowo pada pilpres 2009 yang dilatarbelakangi oleh dendam kesumat karena Prabowo Subianto dianggap bertanggung jawab atas tersingkirnya LB Moerdani dan mentoknya karir militer LB Pandjaitan. Kedekatan LB Pandjaitan dengan duta-duta besar Amerika Serikat bahkan membuatnya bisa memarahi Dubes Robert Gelbard dan memberi rekomendasi orang yang harus dianggap sebagai teman oleh sang duta besar selama di Indonesia (Kiki Syahnakri, Timor Timur The Untold Story, hal. 319).
Adapun langkah LB Pandjaitan melakukan kegiatan intelijen untuk membina Jokowi terbukti dari beberapa hal sebagai berikut:
- Jokowi yang sukses “mengamankan” Abu Bakar Ba’asyir dan Ponpres Ngruki yang terkenal radikal atas permintaan Amerika Serikat yang dibuat tahun 2005 menyusul Bom Bali mendapat kunjungan pada tahun 2008 dari AM Hendropriyono dan LB Pandjaitan, dua sejoli murid LB Moerdani. Kedua murid terakhir LB Moerdani tersebut mendapat tugas dari CSIS, lembaga bentukan Pater Beek, agen CIA di Indonesia untuk mempersiapkan pemimpin baru untuk mencegah Prabowo Subianto yang naik daun supaya tidak menjadi Presiden Indonesia.
- Pertemuan antara LB Pandjaitan dan Jokowi tidak akan ketahuan bila saja tabir intelijen yang dibuat untuk menutupi pembinaan terhadap Jokowi bukan berupa PT Rakabu Sejahtera, usaha patungan antara Jokowi dengan LB Pandjaitan yang mana dalam Akta Pendirian tertulis modal dasar perusahaan sebesar Rp. 15,5miliar dari LB Pandjaitan dan Gibran Rakabuming Raka yang masih berusia 20 tahun “menyetor” Rp. 19,2miliar (luar biasa tuyul Jokowi karena anaknya yang umur 20 tahun bisa memiliki uang Rp. 19,2miliar). Selain itu yang lebih mencurigakan lagi adalah untuk apa LB Pandjaitan mendirikan usaha mebel dengan seorang pengusaha mebel antah berantah bernama Jokowi yang menghasilkan produk tidak berkualitas padahal usaha sehari-hari LB Pandjaitan adalah bisnis yang lebih prestisius daripada bisnis mebel, Inalum misalnya. Ini adalah kesalahan pertama.
- Kesalahan kedua, untuk mempersiapkan Jokowi ke panggung nasional, LB Pandjaitan membuat operasi intelijen demi menciptakan citra palsu Jokowi sebagai pemimpin muda terbaik negeri ini dengan cara rekayasa. Masalahnya operasi intelijen tersebut menjadi mencurigakan ketika mereka malah menggunakan majalah Tempo milik Goenawan Mohamad, anak binaan Ivan Kats agen CIA dan Fikri Jufri yang mengidolakan sampai tahap terobsesi terhadap LB Moerdani (lihat Janet E. Steel, Wars Within: The Story of Tempo, an Independent Magazine in Soeharto’s Indonesia, Equinox Publishing, hal. 238).
- Kesalahan ketiga adalah sebelum sosok Jokowi dipublikasikan, kelompok perekayasa Jokowi malah mempublikasikan diri menantang SBY yang menghapus dwifungsi ABRI dan terlalu liberal, terbukti pada tahun 2011 sering diadakan pertemuan antara para purnawirawan jenderal yang hari ini mendukung Jokowi dan semuanya bagian dari klik Leonardus Benny Moerdani di kantor Luhut Binsar Pandjaitan di Wisma Bakrie 2, antara lain dihadiri: Kiki Syahnakri, Fachrul Razi, Jonny Lumintang, Agus Widjojo, dan AM Hendropriyono. Walaupun agenda pertemuan dirahasiakan tapi tampaknya ada kaitan dengan suksesi pasca pemerintahan Presiden SBY tahun 2014.
http://www.rmol.co/read/2011/03/31/22733/Letjen-(Purn)–Kiki-Syahnakri:-Ini-Musim-Adu-Domba-Perlu-Lebih-Waspada-
- Setelah Jokowi menjadi capres, tabloid The Politics milik mantan pendukung Jokowi mengungkap bahwa LB Pandjaitan mendukung pendanaan dan membayar lembaga survei seperti LIPI, CSIS, KOMPAS, SMRC milik Saiful Mujani untuk mendukung Jokowi. Selain itu saat itu LB Pandjaitan memiliki bisnis bersama Jokowi dengan kantor di Gedung Mazda, Menteng. Walaupun membantah namun hari ini terbukti semua lembaga survey di atas mendukung Jokowi, Saiful Mujani bahkan bertindak jauh dengan membagi uang di kampanye untuk Jokowi; dan ada perusahaan LB Pandjaitan mengikuti tender pengadaan ERP Jakarta. Ini adalah kesalahan keempat karena sebagai intelijen tidak memiliki organisasi organik sehingga harus mempercayai organisasi jaring, padahal anggota jaring biasanya gampang buka kartu, membuka belang intelijen yang harusnya dirahasiakan.
- Kesalahan kelima adalah kebakaran gedung milik perusahaan patungan LB Pandjaitan-Jokowi pada tanggal 26 Juli 2012 yang sampai sekarang tidak ketahuan penyebabnya; padahal kita tahu kegiatan perusahaan ini sendiri sangat aneh dan mencurigakan karena anak Jokowi bisa menyetor uang sebesar Rp. 19,5miliar untuk modal usaha patungan dengan LB Pandjaitan.
Kelemahan terbesar LB Pandjaitan tidak lain dari kedudukannya sebagai intelijen partikelir yang tidak memiliki organisasi intelijen organik sehingga dia harus bergabung dengan CSIS, organisasi intelijen buatan Pater Beek, agen CIA. Masalahnya CSIS yang sudah mengadu domba Ali Moertopo dengan Yoga Soegama, Jenderal Soemitro, Alamsyah, M. Jusuf, Sutopo Juwono, Sudharmono; LB Moerdani dengan BJ Habibie, Sudharmono, Prabowo, Ali Moertopo dan Soeharto sendiri, tidak akan bersedia melepas operasi pencapresan Jokowi begitu saja dan oleh sebab itulah sesungguhnya LB Pandjaitan tidak akan pernah bisa mengendalikan mereka, sebaliknya, CSIS yang akan mengendalikan LB Pandjaitan dan Jokowi, karena mereka memiliki prinsip “Kuda boleh berganti tapi penunggangnya sama,” atau dengan kata lain presiden negeri ini boleh berubah tapi CSIS yang akan mengendalikannya.
Demikian kisah kreator sosok Joko Widodo alias Jokowi capres petugas partai yang dendam karena gurunya tersingkir dari arena politik karena mencoba melakukan usaha mendeislamisasi Indonesia; dan karir militernya sendiri mentok, tapi bukannya introspeksi diri, LB Pandjaitan malah menyalahkan orang lain dan berkonspirasi menjatuhkan orang lain tersebut dan orang lain itu bernama Prabowo Subianto.
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
0 comments:
Post a Comment