Suatu hari, putra Abu Thalhah dan Ummu Sulaim sakit keras. Semakin hari semakin parah saja tampaknya, sedangkan Abu Thalhah harus tetap menjalankan usaha perniagaannya. Ia berangkat dengan hati yang berat. Tetapi istri tercinta menguatkannya agar menyerahkan semuanya kepada Allah. Dan ternyata, Allah berkehendak mengambil kembali anak kecil itu dari kehidupan Abu Thalhah dan Ummu Sulaim ketika sang ayah tak ada di rumah.
Ummu Sulaim berkata pada keluarganya, "Janganlah kalian memberitahukan kepada Abu Thalhah akan kematian putra kesayangannya. Biar aku yang akan menyampaikannya." Jasad sang putra pun ditempatkan di ruang tertutup. Kemudian Ummu Sulaim mengenakan busananya yang paling bagus. Dia merias dirinya secantik mungkin dan memasak makanan istimewa kesukaan Abu Thalhah. Ketika pulang, Abu Thalhah segera menanyakan bagaimana keadaan sang putra yang ditinggalkan dalam kondisi sakit.
" Ummu Sulaim menjawab,"Dia sekarang jauh lebih tenang daripada sebelumnya"
Jawaban ini sangat melegakan bagi Abu Thalhah, padahal yang dimaksud Ummu Sulaim 'lebih tenang dari sebelumnya' berbeda dari pemahaman Abu Thalhah. Karena merasa tenang, Abu Thalhah menyantap makanan yang telah dihidangkan oleh istrinya. Setelah itu sang istri memperlakukannya dengan sangat mesra layaknya pengantin baru. Lalu 'shadaqah' pun selesai ditunaikan Abu Thalhah, hingga ia merasa tenang dan tenteram. Luar biasa wanita ini. Ia pun sebenarnya dirundung duka begitu dalam, tetapi ia ingin agar beban kesedihan dan nestapa yang akan segera didengar suaminya agak terkurangi dengan sambutannya malam ini.
"Wahai Abu Thalhah..", kata Ummu Sulaim kemudian. "Bagaimana pendapatmu, sekiranya ada seseorang yang menitipkan amanah kepada orang lain untuk suatu masa tertentu. Kemudian ketika si pemilik itu hendak mengambil amanahnya kembali, patutkah orang yang dititipi itu keberatan?"
"Sebenarnya tidak boleh begitu", kata Abu Thalhah. "Ia wajib untuk segera mengembalikan amanah itu kepada pemiliknya dengan penuh keikhlasan. Bukankah barang itu memang bukan miliknya?"
Ummu Sulaim kemudian mengatakan, "Kalau begitu, ketahuilah bahwa putra kita adalah milik Allah yang dititipkan kepada kita. Ikhlaskanlah putramu, karena kini Sang Pemilik telah mengambil barang titipannya."
Abu Thalhah marah dan dongkol sekali. Bagaimana bisa tadi dia makan dengan sangat lahap kemudian bermesraan bagaikan pengantin baru padahal putra terkasihnya terbujur kaku di kamar sebelah. "Mengapa baru sekarang kau katakan? Mengapa sejak tadi kau diam saja? Sampai-sampai keadaan kita sudah seperti ini."
Paginya dengan menahan kesedihan, keharuan, dan kejengkelan pada istrinya, Abu Thalhah pergi menemui Rasulullah Shallallahu Alaihiwassalam. Dia laporkan apa yang telah dilakukan Ummu Sulaim kepadanya. Sungguh agung, Rasul mulia itu justru bersabda, "Pengantinkah kalian semalam? Mudah-mudahan Allah memberikan barakahNya untuk kalian berdua pada malam yang telah kalian lalui bersama."
Benarlah yang beliau sabdakan. Tak lama kemudian Ummu Sulaim mengandung dan ketika lahir, sang bayi ini diberi nama 'Abdullah.
Perawi hadits ini berkomentar, "Aku telah mendapatkan informasi bahwa 'Abdullah ibn Abi Thalhah ini memiliki sembilan orang putra yang kesemuanya adalah Qari' penghafal Al-Quran. Inilah barakah malam itu. Inilah yang dilahirkan oleh seorang wanita mukminah lagi shalihah."
(HR Bukhari, Muslim, dan Abu Dawud)
0 comments:
Post a Comment