By: Nandang Burhanudin
"Ada yang geram dan khawatir atas praktik pencemaran dan pelecehan terhadap Presiden.
Saya (Presiden Moursi) mengatakan, 'Mari bersamaku untuk bersabar. Yang mencemarkan dan melecehkan hanya sebagian kecil saja.' Aku katakan padanya, 'Segera temukan akhlak terpuji dari nurani dan kedalaman jiwamu, agar anda dapat menahan diri untuk bertindak negatif. Sungguh, aku sebagai presiden sama sekali tidak akan memanfaatkan pedang undang-undang atau hak privilage diriku sebagai presiden untuk menghukum pendapat/persepsi yang berbeda (denganku)." (Presiden Moursi)
Sikap bijaksana Moursi, membuat lawan-lawan politik termasuk AS menjadi susah menebak kemana arah kebijakan Presiden Moursi. Malah menurut Profesor Mahmud Mi'wadh, menyebutkan bahwa di editorial Washington Post dinyatakan, "Ada keraguan AS dalam mendukung kekuasaan Moursi. Indikasinya jelas dan terang:
1. Kunjungan Moursi ditunda sebanyak 2 kali, padahal sejak dilantik undangan resmi dari Obama sudah dilayangkan.
2. Kunjungan Moursi ditunda hingga batas waktu yang tidak ditentukan. Padahal Moursi sudah
berjumpa dengan para pemimpin negara pemilik hak Veto, dari mulai Inggris, Perancis, Jerman,China hingga Rusia.
3. AS menunda bantuan senilai 250 juta Dollar AS, yang telah ditegaskan oleh Jhon Kerry Menlu
AS saat berkunjung ke Mesir beberapa waktu lalu. Bantuan AS tersebut satu paket dengan syarat mutlak yang harus diterima Mesir, yaitu meratifikasi kesepakatan final dengan IMF.
Namun apa yang dilakukan Presiden Moursi? Masih menurut Washington Post, "Semua pihak
dikejutkan dengan kebijakan Presiden Moursi, setelah ia berhasil melakukan lobi-lobi dan
misi ekonominya ke beberapa negara Arab. Hingga 2 negara Arab saja (Qatar, Libia) telah menggelontorkan pinjaman lunak tak berbunga sebesar 5 milyar Dollar AS. Bantuan inilah yang
membuat Presiden Moursi lebih percaya diri untuk menentang atau enggan menjalankan setiap
supervisi (tepatnya tekanan) AS bahkan sudah berani menentang kebijakan Washington. Salah
satunya berani membuka hubungandiplomatik dan perdagangan dengan Iran, negeri yang selama
ini disebut "Sarang Teroris" oleh AS.
Namun Washington Post menambahkan, kegalauan AS dicoba agar kembali ke posisi super
powernya, dengan cara terus menjalin hubungan kuat dengan militer Mesir. Di sisi lain, tak kenal menyerah membiayai aksi-aksi kaum sekuler-liberal-dan muslim ambigu untuk mengganggu Moursi di dalam negeri.
Itulah Presiden Moursi. Bekerja dalam diam. Berjihad dalam senyap. Hampir tak diliput oleh
media-media sekuler-liberal, bahkan dicemooh oleh kaum muslim ambigu.
Moursi, Presiden yang sedikit demi sedikit memerdekakan Mesir dari perbudakan modern kepada AS-Barat. Bahkan target Moursi selanjutnya adalah, menitikberatkan pada independensi militer Mesir dari bantuan-bantuan mengikat dan multisyarat dari AS. Kemampuan Moursi sebagai seorang teknokrat, Doktor dan ilmuan yang kenyang dengan penelitian ilmiah,dimanfaatkan untuk menjalin kerjasama alih teknologi di segala bidang, terutama militer. Agar militer Mesir memiliki kemampuan memproduksi alat-alat tempur yang canggih dan terukur.
Selain militer, Moursi pun menekankan swasembada gandum, yang menjadi makanan pokok warga Mesir. Dengan menteri pertanian bernama Basim 'Audah, Mesir telah dan sedang menuju
kemandirian itu. Oleh karena itu, pihak Liberal-Sekuler-muslim ambigu menekan Moursi agar memecat sang menteri.
Tentu, kebijakan Moursi tidak akan lempang. Fitnah, pelecehan, bahkan hinaan ibarat hujan badai yang tiap hari tak kenal berhenti. Contoh: ketika membuka hubungan dengan Iran, komentar kaum liberal-sekuler adalah: Moursi-IM akan menjadikan Mesir negara Teokrasi. Moursi dikontrol oleh Mursyid IM. Sedang oleh kaum musli ambigu Moursi dituduh: Moursi
janjinya mendatangkan Syariah malahmendatangkan Syi'ah. Dengan sinisme menghilangkan huruf "ra" di kata syariah.
Namun, dengan sikap kebapakan dan kenegarawanannya, Moursi menyadari sesadarn-sadarnya
bahwa ia berkuasa sepeninggal rezim Mubarak yang meninggalkan banyak hutang, carut marut ekonomi, ketidakberdayaan militer, dan kondisi masyarakat yang telah lama dijauhkan dari syariat oleh Mubarak dengan program pendidikan Amerikanisasi yang pro Israel termasuk di Al-Azhar sendiri. Terbukti AS-Israel meminta kembali dana 3 Milyar dollar AS kepada Mubarak yang disebutnya sebagai dana deradikalisasi kurikulum di Al-Azhar.
Moursi sadar, ia berkuasa bukan setelah Umar bin Khatthab atau Umar bin Abdul Aziz.
Ia pun berkuasa bukan memimpin rakyat seberkualitas Utsman bin Affan atau Ali bin Abi THalib.
Ia beruasa di masa yang penuh dengan fitnah dan kaum zindiq. Ia berusaha keras untuk
mentahbiskan diri sebagai Leader bukan lagi Follower. Sebagai Bapak, bukan lagi anak manja. Sebagai Rijaal bukan lagi sosok sentimentil dan emosional. Itulah sekelumet kisah Presiden Moursi. Semoga
bermanfaat.
0 comments:
Post a Comment