Saya sendiri berharap ada aksi fenomenal Messi pada laga ini. Messi yang menjadi tumpuan Barca di ajang Champion ini sama sekali tak banyak bergerak bahkan menciptakan manuver berbahaya yang mengancam gawang Neur. Messi saya katakan mati kutu di hadapan palang pintu Bayern Munchen. Lebih parahnya, lesunya Messi juga menyebar pada kelesuan semua pemain Barca. Seperti Messi adalah Barca dan Barca redup ketika Messi tidak bersinar pada pertandingan ini.
Pelajaran dalam sepak bola tersuguh pada pertandingan ini. Sepak bola adalah permainan tim, bukan mengandalkan kehebatan seorang pemain, meski ia seorang pemain terhebat di dunia.
Begitulah juga yang kita dapatkan dan selalu diajarkan dalam mengarungi jalan dakwah ini. Bahwa dakwah ini pekerjaan yang tidak bisa dikerjakan oleh satu dua orang, sehebat apapun dia. Amal jama'i menjadi kemestian dalam kerja-kerja peradaban ini. Cita-cita kita membentuk Indonesia menjadi 'sepenggal firdaus' tentu bukan sesuatu yang mustahil manakala semua kader dakwah bersinergi dan memberikan kontribusi terbaiknya. Walau kita memiliki qiyadah sehebat Anis Matta yang semua kader mengidolakannya, tapi jangan sampai kita bertumpu pada individu.
Maka penulis sepakat apa yang dikatakan Rusmini Bintis dalam tulisannya "Indonesia Sepenggal Firdaus" bahwa "Kekuatan PKS bukan berada pada Anis Matta, tetapi ada dalam setiap diri individu kader se-Indonesia. Karena kekuatan terbangun dari unsur yang membentuk kekuatan itu. Menjadikan Indonesia sepenggal firdaus bukan perkara mudah, butuh waktu puluhan bahkan ratusan tahun. Kemudahan dakwah yang dirasakan hari ini adalah hasil dari kerja-kerja dakwah puluhan tahun silam, yang bisa jadi para pendiri dakwah PKS di Indonesia sebagian sudah tiada." Demikian tulis pemilik akun @MinieBintis.
Kita semua sebagai kader dakwah sangat mendamba terwujudnya cita-cita mulia menjadikan "Indonesia Sepenggal Firdaus", sebuah cita-cita untuk mewujudkan apa yang menjadi tujuan luhur the founding fathers negeri tercinta ini. Maka selayaknya setiap kita berlomba-lomba memberikan kontribusi, menjadi part of solution dalam posisi apapun kita dalam barisan ini. Sebagai apapun atau tidak sebagai apapun.
Jadikan "jiwa kontrinbusi" sebagai akhlak kita, menjadi aktivitas spontan, suatu kebiasaan yang sudah tidak memerlukan pemikiran dan pertimbangan lagi. Semua sudah berjalan dengan sendirinya, tanpa dihitung-hitung dan diingat-ingat.
Setiap kader dakwah tidak pernah mengingat dan tidak memiliki catatan pribadi, berapa ratus ribu liter bensin telah dikeluarkan untuk kegiatan dakwah dan jamaah. Berapa juta kilometer jalan pernah ditempuh dalam menunaikan amanah dakwah. Berapa ribu kali meminjamkan motor atau mobil untuk kepentingan dakwah dan jama’ah. Berapa banyak uang telah dikeluarkan untuk kelancaran dakwah. Berapa banyak tenaga telah dikeluarkan guna menunaikan amanah dakwah. Berapa pulsa dan langganan internet untuk kelancaran dakwah di dunia maya sebagai cyber army (agak sedikit curcol #ehm).
Semua tidak dihitung, semua tidak diingat, semua tidak dicatat. Semua dikerjakan sepenuh kecintaan, sepenuh kesadaran, sepenuh kepahaman. Semua dikeluarkan dengan harapan akan mendapatkan balasan terbaik dari sisi Allah. Semua dikeluarkan tanpa perasaan menyesal. Hal ini bisa terjadi, karena kita memahami bahwa kontribusi adalah kunci keberlanjutan dakwah dan jama’ah. Kontribusi adalah jalan menuju kemenangan. Kontribusi adalah kekuatan.
Kekuatan kontribusi seluruh elemen dakwah ini -dari mulai simpatisan ecek-ecek sampai petinggi DPP, kader militan dan setengah militan, kader haroki dan kader meloki, jundiyah dan qiyadah, caleg dan bukan caleg, pegiat dunia nyata dan maya- yang bekerja tanpa merasa yang satu lebih hebat dari yang lainnya, yang terikat oleh jalinan cinta dan ukhuwah, kekuatan Tim PKS seperti inilah yang akan mampu mewujudkan "Indonesia Sepenggal Firdaus". Individu-individu yang berkumpul bekerja sama atas dasar ikatan cinta, yang memberikan kontribusi terbaiknya dalam harmoni kerja-kerja perdaban.(pkspiyungan)
0 comments:
Post a Comment