Thursday, 26 November 2015
Kisah Nyata Dari Bumi Suriah : Gugurnya sang raksasa
Fathi Attamimi
Sore itu memerah darah. Hari pertama pertempuran sengit pada titik paling vital: Bukit Qal'ah, puncakan tertinggi pegunungan Jabal Akrad. Pertempuran terbesar yang telah dinanti selama 5 tahun itu akhirnya pecah!
Gelombang besar pasukan Nushairiyah yang berkejaran menuruni bukit Starba dihadapi hanya segelintir petarung Jabal Akrad! Saya tau persis jumlahnya karena bersama Ziyad si Doshka sempat menghitung keseluruhan mereka. Saya menemani 'The Bodyguard' berloncatan dari satu parit ke parit lain, memberi koordinat pos medis darurat dan saluran yang dapat dihubungi untuk evakuasi korban. Maka ketika tiba pada parit terakhir, bulu kuduk saya meremang:
5.000-an Nushairiyah lengkap tank-tank baja, jet MiG dan Sukhoi, puluhan altileri berat, serta belasan mobil angkut personil BMP dihadang hanya 100 pejuang bersenjata AK-47 bulukan!
Yang saya sebut pejuang ini sebetulnya mereka cuma para petani, kuli bangunan, pemilik toko serta pegawainya, pengangguran, supir angkot, makelar tanah, guru ngaji, buruh pabrik, atau warga biasa lainnya dengan profesi yang sewajarnya manusia.
Mereka bukan HITMAN, atau Rambo, atau Chechen Fighters, atau superhero di film-film, atau bahkan sekedar unit pasukan cadangan pada kesatuan tentara pun bukan. Mereka cuma orang-orang Islam yang berpuluh tahun tersesat dalam kekufuran dan kemaksiatan, lalu menemukan kehormatan dan keagungannya di dalam medan perang! Hingga 'lah peperangan itu kemudian menempa setiap pribadi yang terlibat di dalamnya menjadi sosok mulia yang sekarang ini kita panggil MUJAHIDIN!
Kelar mengelilingi belasan parit, sore harinya saya turun ke bawah, mengevakuasi ratusan warga sekaligus menyiapkan komunikasi dan transportasi dengan rumah-rumah sakit besar di pesisir Latakia. RS. Ainul Baidha, RS. Barnash yang baru kena hajar roket Sukhoi Rusia, RS. Yamadhiyah, dan RS. Darkoush.
Dalam perjalanan turun, berkali-kali ambulan kami dihentikan warga yang bertanya bagaimana kondisi di atas. Jawaban kami selalu singkat dan padat:
"Persiapkan diri kalian! Nushairiyah sudah masuk desa Kafr Dilbah! Sejengkal lagi mungkin mereka akan menguasai gunung ini!"
Malam pertama hujan roket serta mortir pada Battle Jabal Akrad yang mengerikan itu saya lalui di pos medis garis depan...............!!!
Shubuh belum menjelang. Gelap masih menyelimuti penjuru Suriah. Tapi habib Said Anshar sudah berteriak "Sukhoooiii...!!!"
Teriakan beliau disusul ledakan keras mengguncang tembok markas!
Sekilas saya lihat sang habib garis tempur ini terlempar beberapa meter dari ruang wudhu ke arah kamar, bersamaan dengan keributan di ruang dapur yang berasal dari piring, sendok, gelas serta berbagai perabot dapur lainnya yang jatuh berantakan!
Secepat kilat saya singkirkan selimut, bangkit berdiri hendak berlari menuju dapur. Habib Said pasti terluka parah! Sekelebat sebuah bayangan lain ikut berdiri dan meraba tembok, mencari keseimbangan setelah dalam tidur pulas dikagetkan guncangan ledakan. Rupanya Ziyad si Doshka dan Ibrahim berpikiran sama dengan saya: "Habib Said kena bom!!!"
Jarak antara ruang tamu merangkap ruang tidur sekaligus ruang makan dan ruang rapat dengan kamar mandi cuma 4 meter, tapi rasanya dalam kebingungan serta ketakutan yang menyelimuti kami, kok tak kunjung sampai? Ziyad si Doshka agak sempoyongan berdiri, Ibrahim tampak bimbang hendak membantu atau menunggu serangan kedua datang?! Ya betul, biasanya jet Nushairiyah menyerang 2 kali! Satu kali sebagai pemancing supaya timbul korban dan orang-orang berkumpul untuk menolong, lalu kumpulan itu diserang lagi sehingga jatuh korban lebih banyak!
Saya sendiri masih agak pusing, berdiri pun terasa berat. Tapi pikiran tentang mencelat hilangnya habib Said barusan itu memaksa saya bangun!
Belum sampai kami di pintu kamar, tetiba habib Said muncul! Lengkap dengan cengiran lebarnya yang kurang ajar!
"Wih seru Mir! Roketnya keras betul! Ana sampai terlempar! Hehehehe..."
Lah...?
Rupanya betul bukan orang biasa pak habib ini. Kena hempasan ledakan roket Sukhoi malah kegirangan!
Senyum beliau berlanjut sepanjang pagi itu. Perasaan dekat sekali pada kematian yang indah di medan jihad membuat habib Said sumringah tak henti-henti.
Hari ketiga pertempuran tersebut habib Said sudah bergabung dengan kami di frontline. Rupanya sejak hari pertama pun beliau sudah di frontline tapi wilayah lain. Lalu ketika mendengar kabar sengitnya gempuran duet Rusia ft. Nushairiyah di lokasi saya. Beliau memutuskan menyeberang gunung. Sayang di tengah jalan habib Said dicegat mujahidin karena jalur yang hendak ditempuhnya terputus baku tembak hebat!
Hari ketiga itu pula ratusan mujahidin Chechnya, Turkistani, Afghani dan mujahidin dari Rusia tiba di Jabal Akrad, Jabal Turkman serta Jabal Durin. Mereka ramai-ramai bedol desa dari Aleppo atau Idlib ke pesisir Latakia demi menyambut "kawan lamanya": Pasukan Rusia!
Momentum reuni akbar ini tidak mereka sia-siakan. Daripada susah payah nyari Rusia, Kenapa tidak dimanfaatkan saja kesempatan ini? Beberapa mujahidin Chechnya dan Rusia yang saya temui lalu mintai komentarnya cuma menjawab singkat sambil tersenyum :
"Ahlan wasahlan Ruusi fii maqbaratikum!"
(Welcome mas Rusia, di kuburan kalian!)
Siang mencekam. Baku tembak hebat telah pecah 30 jam nonstop. Pagi siang sore malam pagi lagi siang lagi! Siang hari kedua pertempuran tapi bantuan untuk pejuang belum ada yang datang. Selama satu setengah hari tercatat 8 kali lawan berhasil maju menduduki lokasi-lokasi strategis desa Kafr Dilbah.
Posisi mereka yang tadinya terbuka, kini sepenuhnya terlindungi ratusan rumah yang menghalangi tembakan mujahidin. Dari rumah-rumah itu pula kini lawan leluasa menempatkan senjata-senjata berat dan jarak jauh macam mortir atau RPG untuk membabi buta menghantami posisi mujahidin!
Hari itu pula saya lihat keajaiban jihad Suriah secara langsung! Dimana 100 mujahidin bersenjata bulukan yang jelas bukan tandingan 5.000 pasukan duet Nushairiyah ft. Rusia lengkap dengan jet-jet MiG dan Sukhoi, Tank-Tank baja segala seri, belasan BMP, juga puluhan altileri beratnya, mampu bertahan tanpa satu orang pun terkena peluru!
Jelas sudah semata Pertolongan Allah yang membuat kami semua masih hidup!
Sejak pagi kami menunggu Ziyad Doshka yang turun ke bawah mencari bala bantuan. Driver ambulans kami sejak 2 hari terakhir menjelma salah satu petarung paling dibutuhkan mujahidin karena kemampuan luar biasanya dalam mengoperasikan senapan kaliber berat DOSHKA 12 mm. Pokoknya dimana mujahidin perlu operator Doshka, pasti nama Ziyad yang dipanggil melalui saluran radio HT. Di tangannya, Doshka yang berat dan bunyinya memekakkan telinga itu jadi senjata mematikan dan menggetarkan lawan! Ziyad punya kemampuan spesial membidik tepat menggunakan Doshka. Padahal senjata satu itu terkenal susah diarahkan dan akurasinya jelek betul. Makanya Doshka biasa dipakai hanya sebagai penghancur bangunan atau kendaraan, bukan untuk menghadapi personel lawan dalam baku tembak face to face.
Kondisi makin mengerikan, dari radio mujahidin saya tahu kalau Nushairiyah terus maju dan mendapatkan tempat-tempat strategis. Bahkan satu ketika menjelang Zhuhur kami berloncatan masuk parit perlindungan karena dikabarkan bahwa Nushairiyah hampir merebut puncak bukit Qal'ah yang dari markas kami cuma selemparan batu! Saya baru keluar dari parit sekira 1 jam kemudian karena korban pertama mujahidin telah jatuh!
Hari kedua pertempuran itu betul-betul saat paling vital dalam perjuangan mujahidin Suriah utamanya di pesisir Latakia. Koordinasi dan komunikasi yang lemah, amunisi yang menipis, jumlah pejuang yang cuma segelintir, ketiadaan senjata berat, sedikitnya makanan dan minuman, bahkan ketiadaan pos medis kecuali milik MMS, membuat saya hampir yakin mungkin sore hari kami berdua bersama puluhan pejuang sudah tinggal jasad tak bernyawa!
Lepas mengobati dan mengevakuasi mujahidin yang terluka ke pos medis Salma, saya kembali naik ke atas. Hampir jam 4 sore saya lihat jam ketika sampai di markas, tapi rupanya bantuan dari Allah telah datang!
Ramai saya lihat puluhan mujahidin berkumpul di markas komando sebelah pos medis darurat MMS. Wajah-wajah mereka segar, pakaiannya bersih, dan sepatu-sepatu yang dikenakan terlihat masih mulus belum tersentuh tanah. Tanda mereka bukan mujahidin yang turun dari garis depan, tapi bala bantuan yang baru dinaikkan ke atas oleh kesatuan masing-masing di bawah. Segala perlengkapan mereka bawa. Saya lihat seorang mujahidin berpostur tinggi besar dengan gagahnya berdiri di bak belakang mobil Double Cabin, di kepalanya terpasang ikat kepala bertulis "Isy Kariiman aw mut syahiidan!"
Beliau muda saja, Tapi sudah dipercaya mengoperasikan sebuah DOSHKA 14 mm. Waktu saya jabat tangannya, Dia memperkenalkan diri: "Abu Abbas", Di kemudian hari saya baru tau siapa beliau sesungguhnya.
Tepat ketika saya masuk pos medis darurat MMS, sebuah mobil double cabin berhenti, dari dalamnya turun 9 mujahidin veteran. Merekalah bagian dari sangat sedikit orang yang belum pernah meninggalkan jihad meski satu hari pun. Dan usia mereka tidak ada yang lebih dari 30 tahun. Bahkan 3 diantaranya belum 20 tahun!
Diantara ke 9 orang tersebut, salah satunya adalah SANG RAKSASA! Yang dalam 10 menit perjumpaan kami 4 kali menatap saya dengan pandangan aneh. Matanya melihat tajam tapi kosong. Di situ ada sendu berpadu kebahagiaan. 4 kali lambaian saya tak dijawabnya. Dia diam seribu bahasa sejak turun mobil sampai naik mobil lagi berangkat ke garis depan.
Tapi sebelum mobil berangkat lagi, sang raksasa menoleh ke belakang, menatap saya untuk terakhir kali, lalu menyunggingkan senyumnya yang terindah
Senyum yang saya baru tau artinya 3 jam kemudian....
Menjelang Isya
Sebuah mobil menderas kencang dari arah bukit. Lampunya yang kedap-kedip berkali-kali dinyalakan dimatikan, terlihat jelas dari markas kami. Belum sampai supirnya menginjak rem, seorang mujahidin di bak belakang sudah meloncat turun. Hampir saja ia jatuh terguling hilang keseimbangan ketika berteriak keras
"Ada yang syahid!!! Butuh evakuasi!"
Deg!
Jantung saya berdegup hebat. Evakuasi malam, dalam kegelapan, di tengah hujan peluru dan ledakan, seringkali memakan korban dari tim evakuasi! Tapi baiklah. Kalau mati, matilah saya dengan gagah berani. Bukan sebagai pengecut!
Segera saya minta pergantian supir. Mobil yang barusan datang tadi saya suruh putar balik. Tim evakuasi yang terdiri dari habib Said Anshar serta 5 mujahidin lainnya langsung saya pilih. Mereka mesti yang fresh. Minimal baru selesai beristirahat. Bukan apa-apa, mengevakuasi korban di tengah medan tempur jauh lebih berat dari bertempur itu sendiri!
Habib Said Anshar baru saya panggil. Belum sampai beliau mendekat, sebuah mobil lagi datang dari arah garis depan. Kali ini tanpa lampu, dan ugal-ugalan! Dari bak belakang samar-samar terlihat wajah Abdullah serta Abdussalam. Dan keduanya sedang menangis.
Diantara mereka terbaring sesosok tinggi besar ditutupi selimut hitam bantuan Saudi. Terpampang jelas pada logo kerajaan Saudi yang disablon besar-besar. Wajah beliau tak tertutup, hanya sepatu boot hitamnya yang sama persis dengan punya saya terlihat menjulur keluar mobil. Ada bercak darah di celana sang jenazah.
Begitu teringat sepatu milik siapa di gunung itu yang persis sama dengan punya saya, airmata saya tak terbendung lagi!
"SANG RAKSASA TELAH GUGUR!"
* Tiga jam sebelumnya
Begitu pedal gas mobil diinjak, sang raksasa menoleh cepat ke arah saya. Tatapannya lurus ke mata saya. Dalam diam mengajak saya bicara dengan bahasa yang tak saya pahami. Yang terbaca dari apa yang beliau sampaikan adalah kesenduan seperti akan pergi jauh, tapi sekaligus kegembiraan karena apa yang ia tuju adalah akhir yang bahagia.
Saat itu saya masih belum paham. 4 kali lambaian saya sejak 10 menit perjumpaan kami tak dibalasnya, padahal persahabatan kami terjalin sekira 2 tahun tanpa cela. 2 hari sebelum serangan, beliau masih mengundang saya sarapan pagi dengan bubur Ayam di rumah. Hadir pula habib Said Anshar yang kegirangan menemukan makanan khas Indonesia di negeri antah berantah. Kalau tak salah habib kita itu habis 2 mangkok besar! Katanya khilaf
Ketika sehari sesudahnya kami menggali lubang perlindungan di bawah markas sebagai tempat pelarian bila ada serangan udara, beliau memegang pundak saya erat. Kepala saya yang gede ini seolah tenggelam dalam kepalan tangannya yang jauh lebih gede. Waktu kembali ke markas beliau pun, saya diboncengnya naik motor sambil ngobrol ngalor-ngidul. Beliau bilang kalau belum nikah, mungkin saya mau dijodohin sama adiknya :-)
10 menit kemudian, double cabin yang ditumpangi 9 mujahidin pilihan itu tiba pada celah sempit diantara dua pos musuh. Di belakang mereka berdiri bukit Durin dengan ribuan Nushairiyah yang siap menghajar. Sedangkan di depannya berdiri puncak bukit Qal'ah yang sedang diperebutkan mati-matian oleh Nushairiyah dari bawah, dan dipertahankan matian-matian juga oleh mujahidin dari atas!
Misi ke 9 orang ini sederhana tapi mematikan:
Menghabisi Nushairiyah yang di bawah puncak bukit Qal'ah tanpa ketahuan oleh Nushairiyah di bukit Durin!
Kisah detailnya saya nukil dari kesaksian Abdussalam yang termasuk salah satu dari 9 mujahidin pilihan itu. Berikut narasi cerita beliau:
-------------------------------------
"Kami memarkir mobil pada cerukan lebar di bawah tebing. Seluruh senjata termasuk Doshka 12 mm dan ribuan pelurunya kami panggul menuruni lembahan sambil merayap. Jarak antara parkiran dengan target serangan sekira 1 km saja, tapi karena beban berat yang kami pikul serta gelap malam tanpa sinar sedikit pun, ditambah teknik berjalan mengendap-endap dan sesekali merayap, membuat perjalanan 1 km itu kami tempuh selama 1 jam!
Ziyad Doshka yang bertugas memberondong lawan berjalan paling depan. Lokasi penancapan tripod Doshka dia yang tentukan. Makanya ia hanya membawa sepucuk AK-47 dan 6 magazin saja supaya bisa bergerak lincah dan cepat sampai di tujuan untuk meninjau medan. Saya bersama sang raksasa kebagian tugas memanggul 2 BKC ditambah 1 Doshka 12 mm. Sumpah, waktu itu napas saya hampir putus!
Begitu tiba di lokasi, kami langsung bergerak membentuk perimeter mengelilingi Ziyad sang penembak utama. Apapun yang terjadi dia harus selamat insyaAllah! Kalau sampai target telah tahu sebelum kami sikat mereka, artinya kami akan terkepung dari 2 penjuru oleh ribuan Nushairiyah!
Selesai memasang tripod, kami mengukur jarak dengan lawan. Ternyata cuma 150-an meter saja! Alhamdulillah pergerakan senyap kami tidak tercium lawan di depan. Saya perintahkan 3 penembak menyebar ke 3 titik untuk menutup pintu serangan yang mungkin akan terjadi kalau kami ketahuan. 2 orang lagi saya suruh membantu penembakan ke arah target. Saya sendiri bersama sang raksasa bertugas menyuplai peluru bagi semua penembak!
Maka malam di bukit Qal'ah mendadak ramai oleh gempuran Doshka milik Ziyad. Puluhan Nushairiyah seketika tumbang dihajar pelor segede baterai ABC yang paling besar. Memanfaatkan sinar peluru flare yang ditembakkan musuh, Kami hantam mereka sepuas-puasnya!
Ya, bagaimana tidak puas?! Kapan lagi menembaki musuh yang kalang kabut menyangka tembakan datang dari kawan sendiri di belakang mereka! Radio-radio lawan menyalak memberi tahu ruang kontrol operasi supaya menghentikan tembakan dari bukit Durin karena yang kena malah kawan sendiri. Mereka belum tahu kalau diantara bukit Durin dan mereka, berdiri kami dan Allah!
Beratus-ratus peluru saya suplai pada Ziyad, sampai menjelang satu magazin Doshka lagi, saya hentikan operasi. Kiranya cukup sudah malam itu, sudah banyak lawan yang terbunuh, sudah banyak peluru yang ditembakkan, dan lawan pun sudah tahu lokasi kami. Satu kali sebuah peluru Doshka 23 mm menghantam tanah di kaki Ziyad, memercikkan rerumputan dan kerikil ke wajah dan matanya. Alhamdulillah tak satupun dari kami terluka!
Menutup operasi, kami beresi semua persenjataan dan kantong-kantong amunisi. Musuh sudah ngamuk! Segala mortir dan peluru kaliber besar mereka muntahkan ke lokasi kami! Berkali-kali kami tiarap nyaris kena gebuk mesiu lawan. Begitu selesai langsung saya perintahkan semua tim mundur kembali ke mobil.
Kami berjalan berbaris dengan jarak masing-masing 10-15 meter. Standar untuk menghindari jatuhnya korban ramai-ramai kalau jalan berkelompok. Tapi satu ketika sebuah tanjakan membuat kami terpaksa berkumpul karena kecepatan mendaki setiap personil tidak sama. Di situlah Allah menuliskan takdirnya bagi sang raksasa.
Saya melihat beliau dan 3 mujahid lainnya sedang saling bantu menaiki tanjakan ketika sebuah mortir 130 mm jatuh tepat ditengah-tengah mereka berempat! Yang tumbang pertama kali sang raksasa. Sebuah serpihan mortir menembus lehernya!
Beliau syahid (insyaAllah) seketika"
-------------------------------------
Saya dan habib Said Anshar langsung menaiki mobil dan mengevakuasi jenazah Abu Steve, sang raksasa, ke rumah ayahnya. Di sana telah menunggu seluruh keluarga jenazah yang sejak 1 jam lalu telah dikabari. Tak ada tangis yang pecah disana kecuali dari Yahya, adik kesayangan Abu Steve, yang juga mujahidin kesayangan kami, relawan Indonesia. Suaranya memilukan, lebih sebagai ratapan panjang yang lirih dan menarik siapapun pendengarnya pada kesedihan yang dalam. Saya belum menangis ketika itu meski airmata hampir tak mampu lagi ditahan. Saya salami satu-persatu seluruh hadirin, saya peluk Yahya dan kakak-adik Abu Steve lainnya, saya ucapkan kalimat penghibur, meski saya tahu itu hampa sebab saya sendiri pun sedang dalam kepedihan yang sangat.
Lalu ketika tiba pada Abu Ali, ayah dari Abu Steve, tangis saya meledak. Pada wajah Abu Ali tersungging senyuman manis yang berasal dari keimanan luar biasa hebat, ke-Tauhidan yang tinggi, kepasrahan yang dalam, serta ilmu yang meresap ke sanubari bahwa kematian anaknya adalah syafa'at bagi seluruh keluarga itu, insyaAllah!
Saya ditariknya ke pelukan. Ditepuk-tepuknya punggung saya dengan kebapakan. Diucapkannya kalimat yang saya ingat sampai hari ini:
"Jangan bersedih akhi Abu Quraisy, anak saya insyaAllah akan menjadi syafa'at juga bagimu di hari kiamat"
Tapi ketika saya lepaskan pelukannya dan tatapi wajah Abu Ali yang kedua kali, senyuman yang tadinya tegar itu hampir hancur. Ada getar kecil diantara bibir sang ayah. Pertanda kehilangan yang coba ditutupi sebisa-bisa. Saya semakin tersedu-sedu menyimak pemandangan yang hanya ada di medan jihad itu. Betapa seorang ayah yang mendorong 8 anak lelakinya maju ke medan perang kini kehilangan salah satu diantaranya, kebetulan yang paling dicintainya.
Saya tak mampu menulis panjang lebar lagi deskripsi ini. Airmata saya sudah banjir mengenangnya, antum teruskan sendiri kisah ini dengan imajinasi yang paling hebat sekalipun...
Meski percayalah, sekuat apapun antum berimajinasi, dunia lain yang bernama medan jihad itu tak akan pernah terbayangkan!
http://www.misimedis.com/
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
0 comments:
Post a Comment