Raja Faisal tidak terlalu percaya dengan perjuangan diplomasi yang tidak akan pernah membuat Palestina merdeka. Pada akhirnya hanya jalan jihad yang diyakininya, sehingga meninggal dunia dalam keadaan syahid.
Berikut petikan pidato Raja Faisal yang membangkitkan semangat umat Islam untuk berjihad membebaskan Palestina:
“Saudaraku, apa yang kita tunggu? Apakah kita menunggu nurani masyarakat dunia? Di manakah nurani masyarakat dunia? Kota Al-Quds memanggil kalian, meminta tolong kalian, saudaraku, agar kalian menyelamatkannya dari ujian yang menimpanya. Apa yang membuat kita takut? Apakah kita takut mati? Apakah ada kematian yang lebih mulia dari kematian seseorang saat berjihad di jalan Allah?
Saudaraku, yang kuinginkan adalah umat Islam bangun dan bangkit, bukan nasionalisme, rasisme, atau kepentingan kelompok-kelompok politik. Yang membangkitkan kita adalah ajak Islam. Ajakan berjihad di jalan Allah, di jalan agama kita, di jalan akidah kita. Bangkit untuk membela tanah suci dan kehormatan kita. Aku berharap, jika Allah memang telah menetapkan kematianku, aku mati sebagai seorang syahid di jalan-Nya.
Saudaraku, aku mohon maaf, tidak mengapa mungkin kekuasaanku akan diguncang. Karena ketika aku teringat tanah suci kita dinodai, dihinakan dengan kemaksiatan dan kebobrokan moral, saat itu aku berdoa kepada Allah dengan tulus, “Jika memang aku tidak ditakdirkan berjihad dan membebaskan tanah suci, lebih baik aku mati seketika itu juga.”
Pada hari Selasa (25/3/1975), tiga butir peluru bersarang di kepala Raja Faishal. Pembunuhnya adalah Faisal bin Musaid, yang mendapatkan instruksi membunuh dari Amerika Serikat. Faisal bin Musaid dikenal sebagai pecandu alkohol, dan selama lima tahun hidup bersama kekasihnya, teman kuliah di Colorado, Amerika. (msa/dakwatuna)
0 comments:
Post a Comment