Tuesday, 19 August 2014
Inilah 10 Akidah Syiah Yang Bertentangan Dengan Ajaran Islam
Pada kesempatan kali ini akan kami sebutkan sepuluh akidah Syiah yang bertentangan dengan ajaran Islam yang telah dirangkum oleh Ustadz Muhammad Umar Ba'abdullah rahimahullah dari kitab-kitab utama yang menjadi rujukan kaum Syiah seperti Al Kafi, At Tahzib, Al Istibshar, Man La Yandzhuruhul Faqih dan kitab-kitab rujukan lainnya.
Dan inilah 10 akidah Syiah yang bertentangan dengan ajaran Islam:
1. Kaum Syiah Rawafidh berkeyakinan bahwa sahabat-sahabat Nabi kesemuanya murtad dari agama Islam setelah Rasulullah wafat, terkecuali belasan orang saja.
2. Kaum Syiah berkeyakinan bahwa para sahabat Nabi (selain beberapa orang saja yang mereka sebut dalam buku-buku rujukan agama mereka) telah berkhianat kepada Allah dan Rasul-Nya dan mengkhianati amanat-amanat yang Rasulullah serahkan kepada mereka dan mereka telah merubah-rubah Al-Quran yang merupakan amanah ditangan mereka.
Mereka para Sahabat itu dan barangsiapa mengikuti dan membela mereka, adalah kafir yang tidak diterima amalan maupun kebajikan apapun dari mereka.
3. Kaum Syiah berkeyakinan bahwa khilafah harus ada pada Ali Bin Abi Thalib kemudian anaknya Al Hasan, kemudian Al Husain dan kemudian sembilan orang lagi dari anak cucu Al Husain, Radhiyallahu Anhum Ajmain, dan tidak boleh pada selain mereka itu, sekalipun pada anak-anaknya Al Hasan cucu Rasulullah atau keluarga Rasulullah yang lain, adapun Abu Bakar, Umar, Utsman dan yang lain, menurut Syiah, telah merampas kekuasaan dari Ali dan anak-anaknya, maka dengan perampasan itu mereka menjadi dholim, fasiq, kafir, wajib dilaknat dan wajib kekal dalam neraka. (Naudzubillah dari kedengkian Syiah)
4. Kaum Syiah percaya bahwa Al-Quran yang ada ini, sesungguhnya telah dirubah-rubah, ditambah dan banyak dikurangi, dan isinya hanya sepertiga dari Al-Quran yang asli yang disimpan oleh Imam mereka yang ghaib, Muhammad bin Hasan Al-Askari, yang akan membawanya nanti apabila dia keluar dari gua persembunyiannya bila tiba waktunya, kemudian menyingkirkan Al-Quran yang ada di tangan kaum Muslimin; sementara Imam mereka yang ghaib itu belum keluar dari gua persembunyiannya, maka imam-imam kaum Syiah memerintahkan kaum Syiah pengikutnya untuk memakai Al-Quran yang ada ini secara terpaksa dan secara taqiyyah, sampai Imam ghaib mereka itu datang membawa Al-Quran yang asli yang dihimpun oleh Amirul Mu'minin Ali bin Abi Thalib menurut anggapan dan kepercayaan Syiah Rawafidh (Wal iyadzubillah dari kedurhakaan dan dusta mereka)
5. Kaum Syiah percaya kalau imam-imam mereka mengetahui ilmu ghaib dan mengetahui yang telah terjadi dan akan terjadi dan mengetahui yang ada di surga dan apa yang ada di neraka, dan mereka tidak akan mati terkecuali dengan ikhtiar dan kehendak mereka sendiri, dan derajat mereka lebih tinggi dari derajat para malaikat dan para Rasul, roh-roh mereka diciptakan dari cahaya keagungan Allah, sedangkan tubuh-tubuh mereka dari roh-roh Syiah mereka, Allah ciptakan dari sejenis tanah yang tersimpan dan terpelihara di bawah "Al-Arsy", bahan-baku dan materi yang dari padanya imam-imam Syiah dan kaum Syiah diciptakan, adalah materi khusus untuk mereka saja, sedangkan manusia-manusia yang lain diciptakan dari sejenis materi yang menjadi kayu bakar untuk api neraka.
6. Kaum Syiah percaya bahwa sunnah dan hadits-hadits Nabi Saw yang terhimpun dalam kitab-kitab Shahih, Sunan dan Musnad-musnad kaum Muslimin Ahlissunnah Wal-Jama'ah, tidak lebih bernilai dari sayap seekor nyamuk.
7. Kaum Syiah percaya kepada Akidah "Ar-Raj’ah", yaitu kembalinya roh-roh ke jasadnya masing-masing di dunia ini sebelum hari kiamat dikala imam mereka yang ghaib keluar dari persembunyiannya, dimana imam itu nanti menghidupkan kembali Ali dan anak-anaknya beserta para Syiahnya untuk menghukum musuh-musuhnya serta melampiaskan pembalasan dendam kepada mereka yang akan dihidupkan kembali juga pada waktu itu. Menurut Syiah musuh-musuh itu adalah: Abubakar, Umar, Utsman, Aisyah, Hafshah dan siapa saja yang mengikuti dan membenarkan mereka dan bersimpati kepada mereka.
8. Kaum Syiah percaya kepada Akidah "Al-Bada'", yaitu hilangnya sesuatu dari pengamatan Allah, kemudian nampak kembali bagi-Nya.
Telah disebutkan oleh Ulama mereka: An Nubakhti, bahwa Ja'far bin Muhammad Al Baqir menentukan keimaman Ismail anaknya, dan menunjukkan kepada itu sewaktu Ismail masih hidup, tetapi Ismail kemudian mati sewaktu ayahnya Ja'far masih hidup, oleh sebab itu kata mereka, Ja'far berkata: “Tidak ada yang tampak bagi Allah dalam sesuatu hal sebagaimana tampak bagi-Nya dalam anak saya Ismail. (Kitab Firaqus Syiah hal 84)
Kaum Syiah percaya kalau imam-imam mereka itu ma’shum (tidak dapat lupa, tidak dapat khilaf, tidak dapat berbuat salah dan sempurna semenjak lahir sampai mati), sedangkan imam mereka Ja'far As shadiq yang menurut mereka ma'shum itu telah menentukan dan menobatkan keimaman anaknya sendiri yang bernama Ismail, tetapi kemudian Ismail itu meninggal dunia sewaktu ayahnya Ja'far masih hidup. Maka untuk melepaskan diri dari problema "kema’shuman" ini, bahwa imam tidak bisa lupa atau khilaf, mereka mengada-ada "Akidah Bada'", jadi buat mereka Bada', adalah tampak bagi Allah dalam hal Ismail yang tadinya tidak tampak, jadi buat mereka Allah boleh khilaf, tetapi imam mereka tidak! (Wal iyadzubillah)
9. Kaum Syiah percaya kepada "Taqiyyah" dan berkata Taqiyyah itu adalah agamanya dan agama leluhurnya dan mereka berkata tidaklah beriman barangsiapa tidak pandai-pandai bertaqiyyah dan bermain watak. Arti Taqiyyah itu adalah, menampakkan selain yang mereka niat dan sembunyikan, bila mereka bertemu orang beriman, mereka katakan kami ini beriman, tetapi bila mereka menyendiri dengan tokoh-tokoh mereka, mereka berkata, sebenarnya kami tetap menyertai kamu, kami hanya memperdaya mereka, sesungguhnya Allah-lah yang memperdaya mereka dan menghanyutkan mereka tenggelam dalam kesesatan.
10. Syiah percaya adanya "nikah mut’ah", yang telah Allah haramkan atas kaum Muslimin sampai hari kiamat, tetapi Akidah Syiah berkata: Silahkan sekaligus anda kawini seribu dari perempuan-perempuan itu, sebab wanita-wanita itu adalah wanita sewaan. Telah diriwayatkan oleh Al Kulaini, bahwa Abban bin Ta'lab berkata kepada Ja'far As Shadiq: pada suatu waktu saya dalam perjalanan melihat wanita cantik (untuk saya kawin mut'ah) tetapi saya ragu-ragu kalau wanita itu punya suami atau wanita lajang, dijawab oleh Ja'far As Shadiq: Itu tidak menjadi soal bagimu, yang penting percaya saja apa yang dikatakan wanita itu. Tidak cukup dengan dusta itu saja, malah Syiah menggalakkan serta menghimbau pengikut mereka untuk kawin mut'ah dengan berani berdusta atas nama Allah dan Rasul-Nya, dan berkata bahwa Rasulullah Saw bersabda: Barangsiapa kawin mut'ah satu kali derajatnya sama dengan derajat Al Husain, dan barangsiapa kawin mut'ah dua kali maka derajatnya sama dengan derajat Al Hasan, dan barangsiapa kawin mut'ah tiga kali maka derajatnya sama dengan derajat Ali bin Abi Thalib, dan barangsiapa kawin mut’ah empat kali maka derajatnya sama dengan derajatku. (Tafsir Minhajussadiqin 2-493)
Demikianlah kejinya dusta dan durhaka mereka kepada Rasulullah Saw. Mereka juga berkata, kawin mut'ah itu bermula dan berakhir tanpa saksi, tanpa wali, tanpa warisan, tanpa perceraian dan boleh untuk satu jam, satu hari atau lebih dari itu, menurut hajat keperluan kepada wanita-wanita itu.
(Dinukil dari Buku “Fatwa Dan Pendirian Ulama Sunni Terhadap Akidah Syiah” karya Ustadz Muhammad Umar Ba’abdullah/iz)
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
0 comments:
Post a Comment