Oleh:
M. R. Aulia
Saya bukan orang yang gampang suka dan fanatik akan sesuatu. Saya bukan pula orang yang gampang tidak suka dan alergi akan sesuatu, bahkan hal-hal terkotor sekalipun, saya mungin saja suka atau tidak suka. Saya mencoba menaruh setiap rasa pada sesuatu selalu di tengah-tengah. Salah satunya dalam melihat suatu partai yaitu PKS. Saya bukan pendukung lebay PKS, tetapi saya mencoba objektif melihat semuanya. Perihal rasa suka dan tidak suka.
Bagi saya banyak alasan orang tidak menyukai PKS. Sebenarnya sih bukan tidak suka dengan PKS tapi malas atau takut saja, bila PKS berkuasa. Hal tersebut di antara lain.
Mereka takut dengan jilbab panjang yang membalut wanita-wanita yang memiliki pandangan politik terhadap partai yang didirikan 1998 lalu. Sehingga bila PKS bisa menaklukkan Indonesia, mereka khawatir wanita-wanita Indonesia lainnya harus sama dengan mereka. Berjilbab panjang, Berkaos kaki dan sebagainya. Padahal tidak. Semua tergantung pada kesiapan dan keimanan masing-masing. Tidak ada yang harus dipaksakan, kalau memang tidak siap.
Mereka takut keran-keran uang yang mengalir di dunia pemerintahan tiba-tiba mendadak tersumbat. Tidak lancar, meski tak ada yang menjamin terhenti total. Mereka tahu, politisi PKS tidak mudah disuap dan disogok. Pantas saja, belasan tahun partai ini berdiri, hanya 2 saja yang dipidana korupsi.
PKS adalah partai anak-anak muda. Usia pengurus, kader, simpatisan PKS rata-rata masih relatif muda. Mayoritas 30-40 tahun. Pantas mereka tidak kaya. Mereka tidak sempat untuk menumpuk kekayaan pribadi, lalu dinikmati secara pribadi dan melupakan orang lain.
Bahkan bila menjadi pejabat publik sekalipun hampir setengahnya gaji mereka bahkan lebih digunakan untuk operasional partai. Pantas saja kantor PKS dari DPP sampai DPRa selalu ada kegiatan. Ada pemilu atau tidak, setidaknya seminggu sekali, pintu kantor partai tersebut pasti terbuka, pertanda ada kegiatan yang terus bergulir, meski pemilu masih lama atau baru saja usai. Meskipun tidak semua, tapi lebih dominan mana?
Mereka menganggap PKS adalah sebuah komunitas yang kaku, tidak gaul dan menjauhi perkembangan zaman. Tapi coba lihat model-model iklan, seragam, t-shirt dan banyak kegiatan yang dilakukan PKS. Contoh sederhananya, hampir setiap pengurus dan kader PKS diwajibkan untuk naik gunung. Melatih kebugaran tubuh agar pikiran bisa jernih. Tidakkah banyak hal yang baru dan super kreatif yang dilakukan PKS.
PKS adalah partai yang identik dengan Islam. Maka mereka yang berada di luar Islam ketakutan bila Islam menguasai Indonesia. PKS dengan Islamnya akan mengekang kebebasan beragama. Memonopoli agama di Indonesia. Padahal tidak. PKS berusaha tampil dengan membebaskan bagi pemeluknya masing-masing. Tidak menekan minoritas dan sebagainya. Lihat saja, PKS mau menampilkan Paduan Suara Gereja NTT untuk tampil menghibur lautan jilbab di tengah-tengah GBK dan begitu banyak di bagian timur Indonesia caleg-caleg yang berlatarbelakang non muslim.
Mereka kecewa dengan PKS. Kain putih yang selama ini terjaga, tiba-tiba ada noda yang tumpah di atasnya. Sehingga warnanya tak secantik dan tidak putih sempurna lagi. Track record atau rekam jejak PKS selama ini terutama terhadap kasus Korupsi yang jarang terdengar, tiba-tiba bekas petingginya dipidana melakukan korupsi. Semua yang selama ini sudah takut dengan PKS akhirnya punya senjata. Suara mereka kompak, PKS adalah partai terkorup, meski data dan fakta berbalik 180 derajat.
Mereka menganggap kader-kader dan simpatisan PKS adalah orang yang tahu agama saja, berjenggot panjang, dan bukan orang yang paham dunia. Padahal presiden PKS pertama yang sekarang ini Walikota Depok adalah Doktor Lulusan Amerika. Bahkan hingga sekarang ini, betapa banyak sebenarnya kader dan simpatisan PKS adalah mereka yang berlatar belakang kampus terbaik Indonesia bahkan dunia. Bahkan di antara mereka banyak yang berasal dari latar belakang engginering.
Melihat dua perspektif yang berbeda di atas, sepertinya ada hal yang menarik. Tolak-menolak akan sesuatu.
Gara-gara itu semua, hal-hal kesalahan yang dilakukan PKS sekecil apapun akan terlihat jelas dan kentara. Terkait pelibatan anak-anak dalam kampanye PKS yang dianggap menyimpang oleh Bawaslu. Pelarangan anak-anak tersebut adalah terkait keamanan anak-anak itu sendiri, padahal setiap kampanye atau penggalangan massa pada PKS sebagian besar anak-anak itu selalu aman. Aparat keamanan pun tidak kewalahan, malah bisa santai bila PKS yang sedang berkumpul banyak.
PKS adalah partai yang tidak perlu mementingkan kemenangannya dalam pemilu melebihi kepentingan pengabdian mereka melalui jalur apapun. Mereka sadar pemilu adalah sarana dan alat saja. PKS juga terdiri dari jutaan isi kepala. Meski secara institusi PKS berusaha untuk terus putih dan lurus.
Maka dari itu, PKS tidak akan bisa menjamin mereka yang tergabung di dalamnya akan terus bersih. Pasti ada dinamika. Maka tidak heran, bila kader atau simpatisan PKS melakukan kesalahan kecil saja, kesalahan tersebut bak kesalahan fatal dan sangat besar melebihi kasus apapun. Inilah hidup yang tidak mungkin sama seperti kehidupan malaikat. Selalu bersih dan pasti sempurna selalu.
“Toh, tidak semua orang yang di dalam masjid itu adalah orang baik dan akan mati baik pula, dan tidak semua orang yang di penjara itu adalah orang jahat dan mati jahat pula. “
Sepertinya PKS tidak akan memusingkan ketidaksukaan banyak orang di negeri ini terhadap apapun yang dilakukannya. PKS sadar layaknya Paman Nabi Muhammad sendiri tidak pernah mau masuk Islam, kendati ia melindungi sang penyebar Islam tersebut.
Hanya karena dalam hati sang paman terganjal perasaan gengsi, berat hati dan takut tersaingi bila mengikuti sang keponakan, makanya sang paman tidak pernah mau mendeklarasikan diri sebagai pengikut ponakannya. Sepertinya PKS sadar akan pola-pola seperti itu.
Menang atau tidak dalam pemilu, PKS akan terus mengabdi.
PKS pun siap menerima tuduhan demi tuduhan. Baik tuduhan yang berkualitas ataupun sebaliknya. Hal tersebut bukanlah hal yang baru bagi PKS.
“Bila tidak ada tuduhan sama sekali, ini akan menjadi pertanyaan besar bagi pendukung PKS. Suara-suara negatif masih sangat diperlukan.”
Partai selain PKS pantas untuk dipilih bila memang lebih pantas untuk dipilih dan lebih layak.
Terserah, dan tak ada yang harus dipaksakan. Semua ada dalam hati dan pikiran masing-masing. Cuma gunakan saja hati nurani, dan kaca dominan saja.
Tidak ada yang sempurna. Tidak ada yang selalu putih. Inilah cara tuhan menguji hambanya. Seberapa besar dominan nilai plusnya, seberapa besar pula nilai minusnya. Dan bagaimana cara memeperbaikinya? Hanya tuhan yang pantas mengadili. Kalau ada yang cacat satu, atau sebagian, itu wajar. Bila tidak ada cacat sama sekali, perlu ditanyakan. Apakah kita ini hidup di dunia, atau di kehidupan malaikat?
Sebagai orang yang melihat kinerja PKS, saya tidak mau buta. Saya harus bisa melihat objektif. Karena fanatik berlebihan itu bisa menumpulkan jiwa kreatif kita. Loyalitas dan fanatik itu jauh berbeda.
“Pilihan Partai boleh beda, akan tetapi kesatuan dan persatuan sesama bangsa Indonesia harus terjaga. Agar kita benar-benar matang secara demokrasi, dan tujuan bangsa dapat tercapai sempurna.”
Pemilu 2014 adalah sarana, biar kita seluruh WNI bisa hidup bahagia, nyaman, ceria, harmoni dan sebagainya.
Ditulis @SevenEleven
0 comments:
Post a Comment