Friday, 31 January 2014
Yahudi dan Penyimpangan Seksual
Komoditi yang juga dipraktikkan Yahudi adalah mengkoordinasi penyimpangan perilaku seksual, terutama pada era pasca-Perang Dunia II. Fenomena tersebut mewabah di kota-kota besar Perancis dan London, juga di New York, Hollywood, San Francisco, Munich, Swedia, Norwegia, Denmark, Belgia, Belanda, dan lain-lain.
Tujuan Yahudi adalah menghilangkan sifat maskulin pada diri laki-laki dan feminis pada wanita sehingga akan banyak kita temukan laki-laki yang berambut panjang, berdandan, dan berpantalon ketat, serta wanita yang berambut pendek dan bercelana panjang.
Di Inggris, dengan dalih kebebasan individu, warga Yahudi berhasil menekan parlemen agar menerbitkan undang-undang perizinan perilaku seks menyimpang dan tidak mengkategorikannya sebagai tindakan kriminal. Ketika tuntutan tersebut terkabul, para mahasiswa, terutama dari Universitas Oxford merayakan kemenangan itu dengan pawai di jalan raya.
Humprey Berkeley, Yahudi yang mendukung tuntutan tersebut, berkomentar bahwa aktivitas tersebut hanya dibolehkan untuk orang dewasa; mereka akan dilindungi undang-undang. Selain itu, 500 orang yang terdiri atas pembesar Inggris, para uskup, dan guru-guru besar dari perguruan tinggi terkenal menghadap Harold Wilson, yang ketika itu menjadi Perdana Menten, agar menyetujui praktik penyimpangan seksual. Ternyata, melalui voting dengan mayoritas 164 suara setuju dan 107 suara menentang, dewan terhormat itu mengabulkan tuntutan-tuntutan pemimpin-pemimpin intelektual Inggris tersebut. Sementara itu, majefs kerajaan menyetujui dengan 94 suara setuju dan 49 suara menentang.
Di Swedia dan negara-negara lainnya, terutama di belahan bumi utara, Yahudi pun berhasil menanamkan pengaruhnya. Sudah merupakan hal yang biasa jika seorang pemuda bersaing ketat dengan adik perempuan dan ibunya dalam memakai perhiasan dan berdandan. Kelompok-kelompok penyimpangan seksual bermunculan karena mendapatkan legitimasi pemerintah. Semua itu ditujukan untuk merusak sunatullah hubungan pria dan wanita sehingga perbedaan antara keeduanya semakin semu, dan akhirnya proses keturunan terhambat.
Seperti halnya niat Yahudi membentuk grup-grup penari telanjang di Perancis, Eropa, Afrika Utara, dan negara-negara lainnya, mereka pun memasyarakatkan hal serupa di Amerika. Bahkan, Mahkamah Agung California membolehkan wanita-wanita yang bekerja di restoran atau kedai-kedai minuman untuk bertelanjang dada saat melayani tamu,
Dengan demikian, tercapailah rencana-rencana Yahudi untuk mengatur masyarakat dunia melalui free sex sehingga masyarakat dunia tidak malu lagi dengan alat kelaminnya. Program Yahudi itu dilancarkan dengan gencar. Melalui kebebalan pemimpinnya dan sepak terjang agen-agen Yahudi, tanpa sadar, masyarakat dunia mengikuti jejak Yahudi.
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
0 comments:
Post a Comment