Monday, 28 October 2013
INTERAKSI SEJARAH MESIR – PERANCIS: PERTEMUAN BARAT DAN TIMUR
Oleh : Muhammad Ibrahim Hamdani, S.I.P
Perancis dan Mesir memiliki keterikatan sejarah, politik, hukum, agama dan budaya yang sangat erat sejak ratusan tahun yang lampau, khususnya ketika Kaisar Prancis, Napoleon Bonaparte, berhasil menguasai Mesir, Suriah dan Afrika Utara dalam rangka ekspansi politik, perluasan wilayah dan eskpedisi ilmu pengetahuan. Kebijakan ini dimulai tahun 1789 dan berakhir tahun 1801 ketika Napoleon kembali ke Paris, The City of Light, ibukota Perancis.
Salah satu interaksi sejarah dan budaya yang sangat fenomenal antara Perancis dan Mesir ialah ditemukannya prasasti Batu Rosetta pada 15 Juli 1799 oleh Pierre Bouchard di kota Rashid (Rosetta) serta berhasil dipecahkannya lambang-lambang Hierogliph oleh ilmuwan Perancis bernama Jean Francois Champollion (1822) dan Thomas Young (1823). Hierogliph merupakan aksara Mesir kuno yang berbentuk lambang-lambang dan telah terlupakan selama ribuan tahun yang lalu.
Prasasti Batu Rosetta berasal dari tahun 196 SM dan ditulis dalam 3 bentuk tulisan, yakni Hierogliph, Demotik (bentuk sederhana tulisan tangan bersambung Mesir Kuno) dan Yunani. Pemecahan lambang-lambang Hierogliph telah memecahkan misteri tentang peradaban, agama dan kehidupan sosial masyarakat Mesir Kuno yang pernah menjadi salah satu babak paling penting dalam sejarah peradaban ummat manusia.
Fakta-fakta tersebut termuat dalam sebuah artikel yang ditulis oleh Mattula Ada dengan judul “Bukti Kebenaran Al-Qur’an (3)” di tahun 2012. Penemuan Batu Rosetta juga merupakan dampak langsung dari ekspedisi ilmu pengetahuan yang dipimpin oleh Kaisar Perancis, Napoleon Bonaparte.
Peristiwa sangat penting yang berhasil diungkap fakta-faktanya melalui aksara Hierogliph ialah keberadaan sosok Haman, seorang pemimpin pekerja bangunan dan pembantu dekat Fir’aun. Fakta ini terungkap oleh tulisan dari ahli Mesir terkemuka (egyptologist) bernama Walter Wreszinski dalam buku berjudul “Aegyptische Inschriften aus dem K.K. Hof Museum in Wien” (1906), yang diterbitkan oleh J. C. Hinrichs’ sche Buchhandlung.
Dalam bukunya Wreszinski menulis jelas profesi Haman sebagai “Kepala Pekerja Tambang Batu” serta menyatakan bahwa nama “Haman” terdapat dalam prasasti atau tugu yang tersimpan di Museum Hof di Wina (sekarang bernama museum Kunthistorisches). Informasi serupa juga diungkapkan oleh Hermann Ranke dalam bukunya yang berjudul: “Die Aegyptischen Personennamen, Verzeichnis der Namen” (1935) yang diterbitkan oleh J. J. Augustin in Gluckstaadt.
Jika ummat manusia baru dapat mengungkapkan sosok Haman pada abad ke-18, sekitar 200 tahun yang lalu, maka lebih dari 1500 tahun yang lalu Rasulullah Muhammad SAW telah mendapatkan wahyu berupa firman Allah SWT dalam Al-Qur’an Surat Al-Qashash (Surat 28) ayat 38 yang artinya, “Dan berkata Fir’aun, “Hai pembesar kaumku, aku tidak mengetahui tuhan bagimu selain aku. Maka bakarlah hai Haman untukku tanah liat, kemudian buatkanlah untukku bangunan yang tinggi supaya aku dapat naik melihat Tuhan Musa, dan seungguhnya aku benar-benar yakin bahwa dia termasuk orang-orang pendusta” (QS. 28: 38).
Kisah serupa terdapat pula pada firman Allah SWT dalam Al-Qur’an Surat Al-Mu’min (Surat 40) ayat 36 dan 37 yang artinya: “Dan berkatalah Fir’aun, “Hai Haman, buatkanlah bagiku sebuah bangunan yang tinggi supaya aku sampai ke pintu-pintu.” (QS. 40: 36).
“(Yaitu) pintu-pintu langit, supaya aku dapat melihat Tuhan Musa dan sesungguhnya aku memandangnya seorang pendusta”. Demikianlah dijadikan Fir’aun memandang baik perbuatan yang buruk itu, dan dia dihalangi dari jalan (yang benar); dan tiu daya Fir’aun itu tidak lain hanyalah membawa kerugian” (QS. 40: 37).
Kenyataan ini membuktikan bahwa Al-Qur’an Al-Karim dan Agama Islam benar-benar merupakan firman Allah SWT yang tidak dapat diingkari kebenarannya oleh seluruh ummat manusia yang berakal sehat dan mau memikirkan tentang ciptaan Allah SWT.
Barangkali fakta ini pula yang menyebabkan seorang Panglima Perang Perancis, Jenderal Jacques-Francois Menou, akhirnya mengucapkan dua kalimat syahadat dan menjadi seorang mu’alaf pada tahun 1801. Jenderal yang menjadi tangan kanan Kaisar Napoleon Bonaparte ini juga mengganti namanya menjadi Jacques–Abdullah Menou dan menikahi seorang putri Mesir, Siti Zoubeida, yang memiliki garis keturunan dari Rasulullah Muhammad SAW.
Analisa dan fakta tersebut terungkap ketika Marion berdialog dengan Hanum S. Rais, penulis novel berjudul “99 Cahaya di Langit Eropa, Perjalanan Menapak Jejak Islam di Eropa,” ketika berkunjung ke pusat kota Paris, Perancis.
Dengan demikian terdapat relasi historis dan hubungan interaktif yang sangat erat antara Perancis dan Mesir sejak ratusan tahun yang lampau, khususnya setelah ditemukannya prasasti Batu Rosetta, dipecahkannya lambang-lambang Hierogliph dan masuk Islamnya Jenderal Jacques-Francois Menou pasca penaklukkan Mesir, Suriah dan Afrika Utara oleh Perancis. Pertemuan antara “Barat dan Timur” ini juga semakin memperkuat keyakinan ummat Islam terhadap firman Allah SWT dalam Al-Qur’an Al-Karim serta kebenaran ajaran Islam.(mina).
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
0 comments:
Post a Comment