Anak-anak saya memanggilnya Paman Janggut, sapaan ini disebabkan janggut tebal menggantung di dagu yang menjadi ciri khasnya. Ia adalah kakak sulung saya, umurnya 42 tahun. Mungkin tidak ada yang istimewa darinya, selain ia adalah inspirasi bagi kami, sembilan orang adiknya. Paman Janggut adalah simbol kesungguhan dan keikhlasan.
Paman Janggut remaja memulai tradisi nyantri sejak SMP di sebuah Pesantren yang diasuh oleh Kyai NU Kharismatik di Banten. Karena kesungguhannya mendaras kitab kuning, Ia pun dipercaya untuk mengajar Ilmu Nahwu sharaf dan tafsir oleh Sang Kyai.
Dengan niat meringankan beban orang tua yang anak banyak, Paman Janggut kuliah di LIPIA Jakarta, lalu melanjutkan studi ilmu hadits di Madinah University. Kedua lembaga pendidikan ini milik Arab Saudi yang bebas biaya dan mendapatkan uang saku.
Kembali ke Tanah Air, Paman Janggut mendedikasikan diri untuk berdakwah di Lebak Banten. Hidupnya diwakafkan untuk Ummat. Mengajarkan ilmu agama dari kampung ke kampung yang kadang jaraknya mesti ditempuh 4 jam perjalanan. Dakwahnya diterima di semua kalangan baik warga NU, Muhammadiyah, mahasiswa, pelajar, dan ibu ibu. Kerapkali Paman Janggut diminta untuk meruqyah orang yang kesurupan jin, hingga ia juga dikenal sebagai Ustadz Ruqyah di Banten.
Sampai suatu ketika, Paman Janggut dicalonkan menjadi Anggota DPRD dari PKS. Awalnya ia menolak karena tak punya uang untuk kampanye. Ia bukan pengusaha juga bukan anak orang kaya. Hidupnya ia dedikasikan untuk mengajar yang kadang diberi imbalan kadang tidak. Keuangan rumah tangganya terbantu oleh isterinya yang bekerja sebagai PNS.
Akhirnya Paman Janggut terpilih sebagai anggota DPRD dan itu tak menghentikan kegiatan dakwahnya kepada masyarakat. Ia pernah bercerita kepada kami, adik-adiknya bahwa menjadi anggota DPRD itu berat dan sengsara. Tugas makin padat dan makin banyak masyarakat yang meminta sumbangan. Sementara Paman Janggut pantang menerima uang yang tidak jelas kehalalannya.
Lima tahun menjadi anggota DPRD, Paman Janggut masih tak juga punya rumah. Ia dan keluarganya menumpang di rumah yang dikhususkan untuk Imam Masjid yang dibangun oleh Donatur dari Arab. Ia tak pernah mengeluh dan selalu terlihat ceria dan semangat.
Kini Paman janggut tidak lagi menjadi anggota DPRD. Ia dan kawan-kawannya dari PKS sibuk mengembangkan Yayasan Pendidikan yang mengelola SDIT, SMPIT, dan Boarding School. Sebelum Ia membina anak orang lain, Paman Janggut memberikan contoh teladan. Anaknya telah hafal quran 30 Juz pada saat kelas tiga SMP dan selalu menjadi juara kelas.
Maka, meskipun Paman Janggut tak pernah mengajak kami untuk masuk PKS, kami sembilan orang adiknya mengikuti beliau menjadi kader PKS dengan beragam profesi yang kami jalani. Ada yang menjadi bidan, dosen, trainer, engineer, bankir, dan pengusaha. Meski berbeda tetapi visi kami satu : Mewujudkan Sepenggal Firdaus bernama Indonesia.
Sumber : http://www.pkspiyungan.org
0 comments:
Post a Comment