Bismillah …
Mungkin Anda pernah membaca atau mendengar orang berceloteh begini:
“Bagaimana Indonesia bisa maju kalau kita masih mikirin halal dan haram? Orang barat sudah sampai ke bulan kita masiiih aja meributkan hal begituan”
Bagi saya itu adalah celoteh asbun yang kurang piknik menjelajahi informasi. Begitu banyak para cendekiawan muslim di negeri kita ini membuat karya nyata yang bermanfaat dan berkontribusi bagi kemanusiaan, sedangkan ia yang berceloteh seperti itu tidak atau belum berkontribusi apa-apa.
Mereka yang berceloteh seperti itu pertanda sedang dihinggapi penyakit wahn, cinta dunia tapi takut mati. Tidak percaya bahwa ada kehidupan kekal setelah kematian.
Saya coba iseng-iseng mencari tahu seberapa banyak mereka yang berceloteh seperti itu di social media. Untungnya Twitter menyediakan fitur pencarian kalimat. Dengan mengetikkan beberapa kata kunci, ternyata lumayan banyak juga yang berceloteh seperti itu. Saya muat sebagian saja di sini, kebanyakan yang lain kurang lebih sama maknanya, antara lain:
Apakah kalau berceloteh seperti itu sudah dianggap hebat meski tidak atau belum berkontribusi apa-apa bagi negeri ini? Anehnya ada juga seleb social media yang menyampaikan kalimat itu, yang pasti akan dibaca oleh ratusan ribu followernya.
Apa salah bila mengucapkan kalimat itu?
Kalimat seperti itu berpotensi merusak dirinya sendiri, karena mengabaikan hal yang fundamental dalam kehidupannya, yang berawal dari perkataan dan kemudian tertanam dalam alam bawah sadar hingga berbuah tabiat dan perilaku.
Begini …
Siapa yang tidak ingin do’anya tidak terkabul?
Pasti semua orang ingin dikabulkan do’a-do’anya. Kalau ada “sesuatu” di dalam diri kita yang menjadi penyebab terhalangnya do’a-do’a menembus langit, maka itu adalah bencana yang sangat besar.
Siapa yang tidak ingin amalan baiknya ditolak oleh Allah?
Pasti semua orang ingin amalan baiknya berbuah pahala di sisi-Nya. Kalau ada “sesuatu” di dalam diri kita yang menjadi penyebab tertolaknya amalan-amalan baik, maka ini juga bencana yang sangat besar.
Tahukah Anda, apakah “sesuatu” yang menjadi penghalang tersebut?
“Sesuatu” tersebut adalah segala unsur haram yang masuk ke dalam tubuh. Bisa berupa makanan dan minuman. Bisa juga berupa harta yang haram yang didapat untuk menghidupi keluarga. Itulah kenapa kaum muslim begitu peduli sekali dengan soal halal-haram. Sebab tidak ingin semua amalan baik yang menjadi bekal kematiannya itu sia-sia, dan tidak ingin do’a-do’anya terhalang.
Orang yang makan harta haram sama dengan berusaha menghancurkan dirinya, merusak ibadahnya, mempermainkan do’anya dan menghancurkan keluarga serta keturunannya.
Contoh kasus …
Saat jurnal ini saya tulis, masih hangat penyelidikan kasus pembunuhan yang dilakukan pasangan remaja (18-19 tahun) yang berlatar belakang konflik cinta segitiga. Setelah membunuh, mereka berpura-pura menyampaikan belasungkawa terhadap keluarga si korban, melayat ke rumah korban, bahkan saat keduanya sudah ditangkap pun mereka tersenyum di hadapan jepretan kamera. Aneh sekali… menganggap pembunuhan adalah hal yang biasa. Hanya orang psikopat yang memiliki sifat seperti ini.
Ada yang menarik dari rangkaian berita kasus tersebut, saya menemukan beberapa artikel tentang orangtua mereka (para pembunuh itu). Ayahnya anak laki-laki pembunuh sadis itu berprofesi sebagai dokter tapi ia juga melakukan praktek aborsi. Dan pernah bersentuhan dengan proses hukum pidana pada tahun 2009. Aborsi dalam agama Islam adalah haram hukumnya bila tidak disebabkan karena suatu penyakit yang membahayakan ibunya. Maka jelas, uang jasa yang diterima atas hasil perbuatan haram ini sifatnya adalah harta haram. Dan besar kemungkinan dari nafkah yang haram itu masuk ke perut anak dan istrinya, yang kemudian akan membawa dampak yang dahsyat.
Sedangkan ayahnya anak wanita pembunuh sadis itu berprofesi sebagai biro jasa pengurusan STNK di kantor samsat. Kita semua tahu bidang profesi tersebut rentan sekali dengan praktek sogokan dalam upaya mempercepat proses pengurusan. Namun saya yakin juga masih ada diantara mereka yang lurus, menghindari praktek sogokan. Menyogok / menyuap dalam agama Islam adalah terlarang dan haram hukumnya. Bila ternyata betul sang ayah pernah mempraktekkan hal yang demikian, maka jelas, uang jasa yang diterima atas hasil perbuatan haram ini sifatnya adalah harta haram.
Allah Subhanahu Wa Ta’ala memerintahkan manusia untuk mengkonsumsi makanan yang halal lagi baik, makanan yang tidak membahayakan badan dan akal. Juga melarang manusia mengikuti langkah-langkah syaitan yang mengharamkan apa yang dihalalkan-Nya dan menghalalkan apa yang diharamkan-Nya, termasuk dalam hal ini memakan harta yang haram.
“Wahai sekalian manusia, makanlah yang halal lagi baik dari apa yang terdapat di bumi, dan janganlah kamu mengikuti langkah-langkah syaitan; karena sesungguhnya syaitan itu adalah musuh yang nyata bagimu.”
[QS. Al Baqarah ayat 168]
.
Disamping itu, menghindari yang haram adalah bentuk syukur untuk menambah keberkahan hidup, seperti yang termaktub dalam QS Al-Baqarah ayat 172.
Jika perintah Allah Subhanahu Wa Ta’ala ini diperhatikan oleh seseorang, maka dia akan mudah melakukan amal shaleh, namun jika sebaliknya, maka kecenderungan kepada maksiat pasti akan mendominasi dirinya. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam pun juga sudah memperingatkan umatnya, beliau bersabda:
“Akan datang suatu zaman dimana orang tidak peduli apakah harta yang diperolehnya halal atau haram“
[HR.Bukhari]
.
Lihat saja gambar di atas pada bagian bawah, betapa mudahnya ia mengatakan suka yang haram. Yang menganggap dosa adalah urusan pribadi, hanya urusan dia dengan tuhannya. Padahal perbuatan dosa itu sifatnya menyentuh dimensi sosial yang luas.
Orang yang tidak peduli dengan sumber penghasilannya ini bisa jadi karena:
[1] memang dia tidak tahu;
[2] mungkin juga dia sudah tahu tetapi tetap dilanggar dengan berbagai macam alasan, bahkan kemudian membuat rekayasa.
Dosa orang pertama lebih ringan dibandingkan dengan orang kedua, karena bisa jadi dia akan meninggalkan yang haram itu dan bertaubat jika dia mengetahuinya. Sedangkan orang kedua, penyakit wahn dan gemerlapnya dunia telah memperdayainya hingga tidak bisa mengendalikan dan menundukkan kerakusan nafsunya.
Belajar dari kasus pembunuhan tersebut, mari kita jadikan ibrah buat kita semua, terutama para pencari nafkah. Seberat apapun dunia kerja, berikanlah harta yang halal bagi keluarga. Seorang suami, jika ia memberikan nafkah yang haram, maka sama saja ia membakar anak dan istrinya dengan api neraka. Suami tidak boleh marah atau jengkel ketika istri menanyakan sumber pendapatannya apakah halal atau haram. Itu adalah tanda peduli sang istri terhadap seluruh anggota keluarga, termasuk dirimu, wahai suami.
Begitu juga sebaliknya. Istri harus banyak bersyukur atas pemberian suami, jangan mendesak suami hingga ia mengorbankan akhirat dengan memberimu harta yang haram. Dan semua anggota keluarga harus bisa bekerjasama untuk menjaga yang halal untuk kehidupan dunia dan akhirat. Warnailah rumah kita dengan semangat QS Al-’Ashr.
Seorang tokoh perempuan nasional yang patut diteladani, yang juga seorang politisi, ibu Dra. Wirianingsih, MSi menyampaikan pesan:
“Jangan sekali-kali suami memberikan nafkah haram, bahkan samar-samar alias subhat sekalipun. Makanan haram tersebut teramat berpengaruh terhadap pembentukan karakter istri dan anak-anaknya. Bahkan, hati dan pikiran bisa tertutup alias kufur. Jadi, mungkin kita perlu melakukan introspeksi dan refleksi manakala istri atau anak~anak kita nakal alias sulit diatur”
Masya Allah, pantas saja beliau yang sekarang duduk sebagai Anggota DPR RI Komisi IX dari Fraksi PKS itu diberikan karunia dan anugerah-Nya yaitu 11 anak yang semuanya penghafal Al-Qur’an dan semuanya berprestasi di sekolahnya masing-masing. [Kompasiana]
Islam itu memang agama sempurna, yang benar-benar menjaga umatnya dari bahaya, baik di dunia dan akhirat dengan hukum halal dan haram.
Semoga Allah Subhanahu Wa Ta’ala melindungi kita semua dari tipu daya syaitan dan semoga Allah Subhanahu Wa Ta’ala mencukupkan kita dengan yang halal sehingga tidak terpikat dan tidak merasa butuh dengan harta haram. Aamiin.
Salam hangat tetap semangat,
Iwan Yuliyanto
0 comments:
Post a Comment