Thursday, 24 October 2013
Fasihnya Bahasa Arab Si Badui
Ini adalah sebuah kisah yang sangat luar biasa, tentang seorang ulama bahasa Arab yang bernama al-Ashma’i.
Ia adalah ulama bahasa Arab yang paling tersohor. Oleh karenanya ia biasa duduk di majelisnya Harun al-Rasyid bersama para ulama lainnya. Apabila ulama-ulama lain berbeda pendapat tentang suatu permasalahan, maka Amirul Mukminin Harun al-Rasyid menoleh kepada al-Ashma’i sambil mengatakan “Bagaimana pendapatmu wahai al-Ashma’i?” Artinya Harun al-Rasyid menjadikan pendapatnya sebagai rujukan. Karena bahasanya inilah al-Ashma’i menduduki kedudukan yang mulia.
Al-Ashma’i biasa mengajarkan orang-orang bahasa Arab. Pada suatu hari, ketika al-Ashma’i sedang mengutip sebuah ayat Alquran.
وَالسَّارِقُ وَالسَّارِقَةُ فَاقْطَعُوا أَيْدِيَهُمَا جَزَآءً بِمَا كَسَبَا نَكَالاً مِّنَ اللهِ وَاللهُ غَفُوْرٌ رَحِيْمٌ
“Laki-laki yang mencuri dan perempuan yang mencuri, potonglah tangan keduanya (sebagai) pembalasan bagi apa yang mereka kerjakan dan sebagai siksaan dari Allah. Dan Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.”
Salah seorang orang Arab badui yang hadir di pelajaran tersebut mengatakan, “Wahai Ashma’i, perkataan siapa itu?”
Ashma’i menjawab, “Itu firman Allah.”
Orang Arab badui itu menjawab, “Tidak mungkin Allah mengatakan perkataan itu!”
Ashma’i pun tertegun dan orang-orang yang hadir pun merasa heran, kemudian Ashma’i mengatakan, “Wahai fulan! Hati-hati kalau bicara! Ini adalah firman Allah!
Orang badui itu menjawab, “Allah berlindung dari mengucapkan perkataan demikian. Tidak mungkin Allah berfirman dengan mengatakan hal itu.
Ashma’i bertanya, “Apakah engkau hafal Alquran?”
Badui menjawab, “Tidak”
Ashma’i berusaha menerangkan dan memberinya pengertian, “Ayat ini termaktub dalam surat Al-Maidah.”
Badui itu tetap pada pendapatnya, “Mustahil Allah mengatakan kalimat itu.”
Gara-gara perkataan badui ini, orang-orang pun mulai emosi dan hampir memukulnya karena mendustakan ayat-ayat Allah dan ia mengingkarinya terang-terangan.
Ashma’i menasihati murid-muridnya yang hadir, “Bersabarlah kalian. Tolong ambilkan mush-haf Alquran, dan perlihatkan ayat tersebut padanya.” Mereka lalu mengambil mush-haf Alquran dan membuka ayat tersebut, lalu menyuruh badui itu membaca ayat.
Badui tersebut membaca
وَالسَّارِقُ وَالسَّارِقَةُ فَاقْطَعُوا أَيْدِيَهُمَا جَزَآءً بِمَا كَسَبَا نَكَالاً مِّنَ اللهِ وَاللهُ عَزِيزٌ حَكِيمٌ
“Laki-laki yang mencuri dan perempuan yang mencuri, potonglah tangan keduanya (sebagai) pembalasan bagi apa yang mereka kerjakan dan sebagai siksaan dari Allah. Dan Allah Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana.” (QS. Al-Maidah: 38)
Dengan demikian Ashma’i-lah yang keliru saat mengutip ayat. Akhir ayat tersebut adalah ‘azizun hakim bukan ghafurun rahim.
Ashma’i pun takjub, demikian juga para murid-muridnya, lalu mereka mengatakan, “Bagaimana engkau bisa tahu? Padahal engkau tidak hafal ayat tersebut.”
Si Badui menjawab,
فَاقْطَعُوا أَيْدِيَهُمَا جَزَآءً بِمَا كَسَبَا نَكَالاً
potonglah tangan keduanya (sebagai) pembalasan bagi apa yang mereka kerjakan dan sebagai siksaan dari Allah
Kalimat ini menunjukkan ke-Maha Perkasaan Allah dan Maha Bijaksananya Dia. Kalimat tersebut tidak tepat kalau merepresentasikan sifat Maha Pengampun dan Kasih sayang. Bagaimana bisa kalian katakan (kaitkan dengan sifat) Maha Pengampun dan Maha Pengasih!!
Ashma’i menjawab, “Demi Allah, kita ini bukanlah orang yang pandai bahasa Arab.”
Sumber: Silsilah I’jazul Quran oleh Thariq Suwaidan
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
0 comments:
Post a Comment